Review: Wrong Turn (2021)


Enam orang remaja; Milla (Emma Dumont), Jen (Charlotte Vega), Darius (Adain Bradley), Adam (Dylan McTee),  Luis (Adrian Favela), dan Gary (Vardaan Arora), melakukan hiking ke suatu trek bernama Appalachian. Hiking yang semula menjadi kegiatan bersenang-senang malah berakhir menjadi sebuah bencana ketika mereka keluar dari jalur trek. Mereka bertemu dengan The Foundation yang merupakan komunitas yang telah hidup di pegunungan selama ratusan tahun, dan satu persatu dari keenam remaja tersebut pun diburu dan ditangkap.

Akhir-akhir ini saya cukup jarang menonton film Slahser, padahal saya sangat suka dengan film Slasher, namun saat itu saya berpikir untuk mencoba genre baru dalam film horror, sehingga saya meninggalkan genre slasher untuk sementara waktu. Saat film Wrong Turn yang baru diumumkan, saya langsung tertarik dan menunggu-nunggu dengan sangat antusias. Saya sendiri suka dengan Franchise Wrong Turn yang jumlahnya ada enam film, meskipun sekuel demi sekuelnya kualitasnya menurun dari segi cerita dan lebih mementingkan gore dan juga body count sebanyak mungkin, saya masih tetap suka karna cukup menghibur di kala saya cukup penat dan tidak terlalu butuh film yang ‘berat’. Kemudian muncul lah film Wrong Turn yang rilis di tahun 2021, awalnya saya kira ini merupakan film ke tujuh dari Franchise Wrong Turn. Ternyata saya salah, ini adalah reboot  dari film Wrong Turn(2003). Saat mendengar informasi itu saya langsung menarik nafas dalam-dalam karna tidak puya jejak yang baik dengan film reboot, iya maksud saya seperti film The Grudge (2020).

Wrong Turn yang mulanya diberi judul Wrong Turn: The Foundation ini masih memegang konsep yang sama seperti pendahulunya. Sekelompok remaja yang melakukan hiking dan diterror oleh sekelompok psikopat berdarah dingin. Bagi para pecinta film Wrong Turn atau slasher mungkin tau bagaimana kelanjutannya setelah mereka menjadi incaran para psikopat tersebut. Nampaknya film Wrong Turn yang dirilis tahun 2021 ini ingin mengembalikan atau mengingatkan kembali pada film horror-slasher yang dahulu sempat hits sampai banyak yang mengambil konsep yang sama. Namun pada kala itu Wrong Turn memiliki konsep yang cukup menarik yaitu kelompok remaja yang dihadapkan oleh kanibal mutan yang memburu mereka. Saya sangat berharap konsep kanibal mutan yang bertahan di Franchise Wrong Turn akan kembali lagi di film garapan Mike P. Nelson, namun ternyata ekspetasi saya hancur lebur.

Film garapan Mike P. Nelson ini dibuka dengan Ayah dari Jen mencari keberadaannya setelah ia tidak bisa dihubungi. Kemudian kita dibawa ke dalam alur mundur yang memperlihatkan Jen dan kelima temannya melakukan hiking. Dari sini saya merasa nostalgia pada film pendahulunya yang memiliki cerita hampir sama, dan di film ini kita diperlihatkan bagaimana mereka yang awalnya mengikuti jejak hiking dan kemudian ingin mencoba keluar dan mengeksplor hutan tersebut, dan yah kemudian kita dihadapkan pada insiden-insiden yang penuh darah (meski ternyata tidak sesadis yang saya bayangkan). Saya akui memang scene dalam film tersebut menampilkan kesadisan yang bisa dibilang cukup baik, speerti mayat yang sudah tidak berbentuk dan lain-lain. Namun off-screen kill? Ayolah!

Off-screen kills merupakan adegan kematian atau pembunuhan yang tidak ditampilkan dalam layar, saya sangat kecewa dengan Off-screen kills yang digunakan di hampir seluruh film ini. Mungkin bagi para penggemar Wrong Turn atau slasher pada umumnya, termasuk juga saya, akan sangat menunggu-nunggu saat karakternya dibantai satu persatu dan melihat betapa mengerikannya saat mereka tengah dibantai, dan bahkan hal tersebut adalah kunci dari film slasher. Saya sendiri cukup sering menonton film slasher klasik seperti Sleepaway Camp (1983) atau mungkin semuanya familiar dengan film Friday The 13th. Hampir seluruh film Slasher berlomba-lomba untuk menampilkan adegan pembunuh yang sadis, namun sepertinya tidak dengan film garapan Mike P. Nelson ini. Film ini nampak cukup “jinak” dengan adegan pembunuhannya dan tiba-tiba menampilkan tubuh yang sudah tidak berbentuk, saya sendiri paham mungkin mereka rasa cukup dengan penampilan tubuh yang terburai atau apalah itu, namun hal tersebut cukup mengecewakan seperti ada yang menghilang di film ini. Bahkan saya sendiri merasa bahwa adegan sadis di film ini tidaklah banyak, dan hanya satu saja yang memorable itu karena muncul tiba-tiba dan berakhir dengan sangat sadis. Namun secara keseluruhan film inii tidak memiliki banyak adegan sadis.

Selain adegan sadis yang sangat amat mengecewakan, alur dan karakternya tidak kalah mengecewakan. Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu masalah dengan reboot ataupun remake, saya cukup penasaran akan dibawa kemana film reboot Wrong Turn ini, apakah ada perbedaan atau sama saja. Tentunya film ini punya sebuah perbedaan yang besar dibandingkan pendahulunya, sang pembunuhnya. Okay… saya cukup terkejut dengan perubahan sang villain di sini, karna film Wrong Turn sendiri sudah mempunyai sosok pembunuh yang ikonik, Three Fingers dan keluarganya. Kemudian ada sebuah pergantian besar-besaran, menghapus Three Fingers dan keluarganya digantikan dengan kelompok The Foundation yang semuanya adalah manusia biasa. Saya rasa sang penulis naskah Alan B. McElroy dan sang sutradara Mike P. Nelson ingin membuat reboot ini lebih dekat dengan para penonton, sehingga dijadikanlah manusia sebagai musuh utamanya dan bukan kanibal mutan yang haus darah.

Saya sendiri sebenarnya tidak punya masalah dengan perubahan villain dalam reboot itu, namun alur dan karakter yang cukup mengecewakan membuat saya merasa bahwa villain disini pun ikut mengecewakan. Seluruh karakter yang ada di film Wrong Turn ini seperti tidak punya kepribadian, terasa seperti papan tulis putih kosong yang belum tercoret apapun. Sangat sulit untuk menaruh simpati kepada mereka, bahkan tindakan-tindakan yang selalu mereka lakukan terkesan sangat bodoh dan selalu menempatkan mereka pada masalah demi masalah yang kemudian merenggut nyawa mereka. Jen yang merupakan heroine tercinta kita kali ini seperti bukanlah heroine pada umumnya. Biasanya kita melihat heroine yang masih bisa berfikir rasional di dalam situasi darurat dan berbahaya, namun tidak dengan Jen. Saat temannya membunuh orang yang menculiknya karna ia panic, Jen malah menyalahkan temannya dan berceloteh hal-hal yang tidak rasional di situasi seperti itu. Bahkan scene itu membuat saya menepuk jidat beberapa kali melihat tingkahnya. Jen merupakan sosok Heroine yang benar-benar sangat sulit untuk diikuti perjalanannya. The Foundation sendiri yang merupakan main villain di film ini seperti tidak tau apa yang benar-benar menjadi alasan utama mereka untuk membantai para karakter di sini. Diceritakan pula bahwa mereka hanya berdiam diri di desa kecil mereka, namun beberapa dari mereka datang ke kota. Kemudian mereka berkata bahwa Jen dan kelompoknya memasuki wilayah mereka dan membunuh salah satu anggota mereka padahal mereka nampaknya sudah mematai dan mengincar kelompok Jen dan bertingkah sangat mencurigakan. Saya tau bahwa bisa saja hal itu hanya bualan atau akal-akalan sang pemimpin The Foundation, karna ada beberapa bukti bahwa mereka juga mungkin menyerang pendaki lainnya, tapi dengan latar belakang dan fondasi alur yang tidak kuat sedari awal, membuat The Foundation sangatlah sulit dipahami sebagai villain, motivsi mereka nampak sangat berantakan dan banyak hal-hal yang menjadi pertanyaan. Saya sendiri lebih baik memilih Kanibal Mutan haus darah menjadi villain utamanya yang sudah jelas tujuan mereka hanya untuk makan dan berburu (bersenang-senang juga mungkin), dibandingkan The Foundation yang memiliki latar belakang membingungkan dan motivasi yang tak kalah membingungkan.

Saya sendiri tidak sepenuhnya membenci film ini, karena ada beberapa scene yang memorable dan saya sangat suka dengan Credit scene film ini yang menampilkan akhir yang tidak terduga bagi saya, cukup mengesankan bagaimana saya sangat mencitai bagian akhir film ini dibanding keseluruhan film sebelumnya. Alurnya tidak tergali dan terbangun dengan baik sehingga kita dihaadapkan kepada karakter yang berkepribadian dua dimensi seperti kertas putih. Villainnya pun tak kalah membingungkan dan sulit untuk ‘dicintai’. Hampir berdurasi dua jam dan dipenuhi oleh karakter yang tidak habisnya melakukan tindakan bodoh. Saya sendiri masih bisa menikmati suspense yang hadir di film ini apalagi saat adegan kejar-kejaran atau yang lainnya. Namun untuk sebagai film slasher pembuka 2021 ini, film ini sangat mengecewakan. Jangan kalian harapkan film ini akan seperti Wrong Turn sebelumnya, jauh sekali, buanglah bayangan dan ekspetasi kalian terhadap adegan bunuh-bunuhan di film ini. Akhirnya saya menghela nafas panjang dan menangisi ekspetasi yang sudah hancur lebur pada film ini.

Rating


30%

Komentar

  1. Sudah saya duga ini film kurang bagus dari sebelumnya..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yep, apalagi film ini serasa menghapus 'image' wrong turn yang udah melekat

      Hapus

Posting Komentar