Review: Shortcut (2020)


Shortcut menceritakan tentang lima orang anak yang terdiri dari; Nolan (Jack Kane), Karl (Zander Emlano), Bess (Sophie Jane Oliver), Queenie (Molly Dew), dan Reggie (Zak Sutcliffe). Mereka menaiki bis dalam perjalanan pulang mereka, namun dikarenakan jalan yang biasa mereka lalui terhalang sesuatu bis tersebut akhirnya memutuskan untuk mengambil jalan pintas. Namun ternyata pilihan tersebut berujung membawa malapetaka bagi mereka semua. Seorang pembunuh mengancam sang supir untuk mengikuti perkataannya, dan tak hanya disitu, Monster yang berkeliaran dalam kegelapanpun ikut mengancam nyawa seluruh  penumpang dalam bis.

Setelah menonton film ini saya langsung berfikir apa sih yang ada di otak saat saya memilih film ini untuk ditonton? Dan saya berfikir cukup keras untuk mencari jawaban dari pertanyaan ttersebut, atau mungkin saya memang sedang sialnya dan kebetulan memilih film yang sangat sangat sangat jauh dari ekspetasi saya. Saat membaca sinopsi yang tertera di situsnya, saya mengharapkan sebuah petualangan para remaja yang mungkin tidak jauh berbeda dengan film It. Namun pupus sudah harapan saya saat film ini berakhir. Saya sangat kesulitan untuk menahan diri memencet tombol stop untuk menghentikan film ini, namun saat itu film ini sudah setengah jalan dan akhirnya saya meneruskan penderitaan ini hingga usai.

Film ini sebenarnya punya sebuah alur menrik dan bisa menjadi sebuah film horror remaja yang tidak jauh berbeda dengan It atau horror remaja lainnya. Lima orang remaja yang ditempatkan pada situasi berbahaya yang mengancam nyawa mereka, dan tentunya untuk menambah alurnya menjadi menaarik masing-masing remaja ini mempunyai kepribadiannya masing-masing. Nolan merupakan remaja yang cukup tenang dan bisa saya tebak sedari awal bahwa dia akan menjaid pemimpin teman-temannya, Reggie merupakan remaja yang tipikal pemberontak dan gemar mencari masalah dan juga suka mengganggu temannya, Queenie gadis yang ebih pintar dari yang lainnya, dan Bess… entahlah dia suka menggambar dan menjadi love interest Nolan itu saja, yang terakhir Karl yang gemar makan. Dengan kelima karakter yang ada dalam film ini, alurnya bisa menjadi menarik, petualangan lima orang anak yang terjebak dalam bis dan mencoba menglahkan monter yang mengancam nyawa mereka. Namun film ini malah seperti menyia-nyiakan potensi yang sudah hadir.

Seiring berjalannya durasi, kita mengikuti bagaimana para remaja ini berusaha untuk bertahan hidup menghadapi seorang pembunuh yang berkeliaran dan sesosok monster yang berusaha menyantap mereka. Saya sendiri lumayan antusias untuk melihat akan di bawa kemana alur dari film ini, bagaimana Alessio Liguori mengarahkan film ini. Memang beberapa scene terlihat cukup menghibur dan menarik, namun selebihnya adalah sebuah kekecewaan. Pengambilan gambar yang ada dalam film ini tidaklah buruk, bisa dikatakan lumayanlah, tapi scoring nya lah yang membuat semuanya hancur.

Film ini sepertinya ingin menaruh musik disetiap scene-nya, bahkan saat ada dialogpun terkadang musiknya lebih keras dari dialognya sehingga saya sendiri cukup kesulitan untuk mendengarkan apa yang para karakter tersebut katakan. Bahkan terkadang saya merasa durasi musiknya teerlalu lama sehingga lumayan menghancurkan suasana yang ada dalam film ini. Terkadang memang lebih baik menunjukkan kengerian atau scene horror dengan kesunyian, namun film ini sepertinya senang sekali menaruh music dimana-mana, sehingga saat ada scene yang seharusnya menjadi sebuah scene yang menakutkan malah berubah menjadi biasa saja, karna kita sudah ditemani musik tersebut cukup lama.

Film ini tentunya ada jumpscare, tapi sama sekali tidak menakutkan dan mengerikan. Saya sendiri menganggap bahwa jumscare dalam film ini sebenarnya tidak diduga-duga dan muncul tiba-tba, saya rasa bisa menjadi sebuah jumpscare yang kuat untuk menakutkan para penonton dan membuat mereka terlonjak dari tempat duduk mereka. Namun sayang, music yang mengiri jumpscare ini tidaklah cocok sama sekali, sehingga saya harus menepuk jidat saya saat melihat penampakan jumpscare dari film ini. Padahal saya akui, monster yang ada dalam film ini tidak jelek dan termasuknya cukupp menyeramkan dan bagus. Namun sayang film ini tidak bisa menggunakan penampakan monster tersebut dengan sebaik mungkin, bahkan kebanyakan monster ini muncul di scene yang cukup gelap.

Untuk ukuran film horror film ini sama sekali tidak memiliki unsur horror yang kuat untuk menakuti para penontonnya, sosok monster yang seharusnya menjadi unsure utama dari film ini malah tidak digunakan semaksimal mungkin. Bahkan setting dari film ini cukup memberikan suspense yang bagus, namun kembali lagi Alessio Liguori tidak memaksimalkan potensi yang ada, sehingga film ini malah menjadi mengecewakan. Apalagi dalam film ini kita melihat lima orang remaja yang menghadapi monster mengerikan yang kuat, mereka sendiri tidak berdaya melawan monster tersebut. Seharusnya unsur survival bisa digunakan untuk membangun ketegangan dalam film ini.

Selain masalah musik dan jumpscare yang gagal, film ii juga memiliki alur yang bikin saya sendiri ketawa. Kebodohan dari para karakter di film inilah yang menyebabkan saya ketawa dan tidak bisa menganggap film ini adalah film horror. Saya tau bahwa mereka adalah lima remaja yang mungkin tidak tau apa-apa dan dihadapkan pada monster tangguh nan menyeramkan, namun saya tidak pernah membayangkan mereka akan menjadi sebodoh itu. Entah apa yang ada dipikiran Daniele Cosci saat menuliskan naskah untuk film ini, setiap konflik yang hadir dalam film ini sulit dicerna oleh otak saya. Seperti saat Queenie menghilang, padahal Reggie tidak jauh dari Queenie, masa dia tidak mendengar suara monsternya atau teriakan Queenie.

Pada babak terakhir film ini dimana para  remaja tersebut menemukan buku dari seorang pria yang berusaha untuk mengalahkan monster ini karena memakan adiknya pun tak kalah menggelikannya, karna untuk apa dia berdiam diri di terowongan itu meneliti monsternya dan mencoba mengalahkan monster tersebut padahal monster tersebut berkeliaran di terowongan itu, dan dia bisa saja diserang kapan saja. Akhirnya kelima remaja tersebut meneruskan rencana sang pria itu untuk membunuh monsternya, dan dari yang saya lihat saya sendiri tidak tau rencana mereka sebenarnya apa, karna sangatlah berantakan. Sulit dideskripsikan betapa bodohnya final fight film ini, jika saya jelaskan mungkin bisa dijadikan essay. Oh iya, jangan lupakan dialog yang tak kalah bodohnya.

Saran dari saya sendiri tidak usah repot-repot untuk menonton film ini, jika ingin menonton mungkin jangan beri ekspetasi yang tinggi, karna saya saja yang ekspetasinya tidak tinggi sangat dikecewakan. Padahal film ini memiliki unsur horror yang sudah pas dari segi alur, setting, monsternya. Namun yah, kurasa sutradaranya kebingungan untuk memaksimalkannya atau bahkan dia tidak melihat potensi yang ada.

Rating


5%

Komentar