- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Diposting oleh
Sam Michaelis
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Mengingat sangat
banyak remake film Ju-On, saya tidak
menaruh harapan besar pada film ini. Karna saya sendiri cukup lelah dengan
segala Remake, but hey film ini menjadi film horror pembuka di awal 2020.
Disutradarai oleh Nicolas Pesce, yang dulu telah berhasil dan dipuji atas
filmnya The Eyes of My Mother (2016), yang saya pribadi belum pernah tonton. Namun,
melihat banyak kritik positif atas filmnya itu, saya sedikit menaruh harapan
atas film The Grudge garapannya ini. Saya snediri melihat trailer singkat dari
The Grudge ini, yang mana selalu lewat di sosial media, membuat saya tertarik
karna menurut saya trailernya sendiri cukup mengerikan. Saya menaruh sediki ekspetasi
yang tinggi pada film ini.
Berbeda dengan film
pendahulunya, The Grudge kali ini mengikuti seorang polisi bernama Detective
Muldoon (Andrea Riseborough ) mengungkap kasus beberapa
kematian dan pembunuhan yang misterius, dan selalu merujuk pada rumah misterius
dimana para korban dan pelakunya memiliki keterkaitan satu sama lain dengan
rumah tersebut. Namun, siapa sangka rumah misterius tersebut ternyata menyimpan
sebuah kutukan yang mematikan, dimana semua yang memasukinya akan dihantui oleh
terror mengerikan nan mematikan.
Bagaimana jika film
The Ring hadir tanpa Sadako? Akan hambar bukan? Dan membuta kita merasa asing
dengan filmnya, karna tokoh ikonik yang seharusnya hadir malah tidak hadir. Ini
yang saya rasakan saat saya tengah menonton film ini, Kayako yang seharusnya
menakuti kita malah tidak hadir. Bisa sayang bilang bahwa Kayako hanya hadir
beberapa kali, bisa saya hiung dengan jari pula. Selebihnya hanya hantu yang
menurut saya tidak begitu mengerikan, tak semengerikan suara tulang dan suara
yang keluar dari mulut Kayako. Toshio pun tak hadir di film ini, digantikan
sesosok gadis kecil yang perawakannya tak jauh berbeda dari Samara/Sadako di
film The Rings. Sadako/Samara ngapain nyasar ke The Grudge? Itulah yang saya
pikirkan untuk pertama kali. Namun saya sendiri akhirnya tidak begitu keberatan
dengan suguhan baru dari film ini. Mungkin sang sutradara ingin menuguhkan
nuansa baru pada para penonton baru yang tidak mengikuti pendahulunya. Namun bagi
yang mengikuti film pendahulunya, akan merasa tak jauh berbeda dari yang saya
rasakan.
Alur film ini maju
mundur, cukup unik, apalagi kali ini fokus pada polisi yang sedang menyelidiki
kasus misterius. Dengan alur yang maju dan mundur akan semakin penasaran atas
misteri yang hendak dikuaknya. Keterkaitan antara sang korban dengan rumah
tersebut pun dibongkar dengan rasa penasaran, flashback yang kerap kali
muncul pun menjawab setiap pertanyaan yang saya punya pada korban dari rumah
tersebut. Bahkan jarak tahun dari flashbacknya
pun memberikan terror awal ini dibawa oleh siapa, mengapa dari Jepang bisa ke
sana? apakah sang hantu bosan dengan nuansa Jepang? Namun sebenarnya pertanyaan
ini pun sudah dijawab di awal film, dan bagi saya akan lebih baik jika ditaruh
dimana saat Detective Muldoon mulai mencaritahu perihal kasus misterius ini. Namun,
tetap saja kita akan merasa penasaran atas keterkaitan korban lainnya yang
masih misterius.
Berbagai keterkaitan
yang tak sengaja terjalin antara rumah berhantu itu dengan para korban,
menandakan bahwa kutukan ini tidaklah pandang bulu, menyerang siapapun yang
memasuki rumah tersebut tanpa alasan apapun, dan mereka akan keluar dengan
hidup yang kini berubah 180 derajat. Kesadisan kutukan yang tanpa pandang bulu
ini untungnya tetap dipertahankan oleh film ini. Kita akan merasa untuk tidak
menyepelekan kutukan yang hadir dalam film ini dan menjadikannya sebagai
ancaman utama yang luar biasa berbahaya nan ganas. Atmosfer mencekam di film
ini pun tidak pernah berakhir sedari awal sampai akhir. Detektif Muldoon yang
merupakan sosok serius dan berusaha mati-matian untuk menjauhkan sang anak dari
pekerjaannya agar tidak teringat kembali atas kematian sang ayah yang tak lama
terjadi. Menjadikan film ini semakin dark,
Detektif Muldoon yang kerap was-was menjadikan kita aware atas situasi yang tidak pernah aman tersebut. Namun sayang
sekali, atmosfer yang telah dibangun menjadi semengerikan mungkin, diruntuhkan
dengan cepat oleh Jumpscare yang sangat memekakan telinga. Meski beberapa
Jumpscare terbilang efektif, namun tak bisa disangkal bahwa ada beberapa bahkan
hampir seluruh Jumpscare yang sebenarnya
tak begitu diperlukan dan terkesan dipaksakan.
Dengan ketidakhadirannya
Kayako dan Toshio, mungkin sang sutradara memutar otak dan berpikir hantu apa
yang akan menjadi menyeramkan dan tidak begitu asing bagi para penonton umum? Dan
akhirnya dimunculkannya sosok hantu yang tidak jauh beda penampilannya dengan
hantu di film horror modern lainnya. Entah mengapa saya malah sangat
menginginkan sosok hantu layakanya Kayako atau Toshio, karna saya merasa akan
lebih efektif menggunakan sosok hantu yang seperti itu. Namun, mungkin niatnya
untuk menyesuaikan dengan tempat, karna tidak berlatar di Jepang maka sang
hantu pun dirubah sedemikian rupa. Namun pada akhirnya kita tidak begitu
ditakut-takuti oleh sosok hantunya, dan malah lebih serin dikejutkan oleh
suaranya.
Beberapa scene yang sudah dibangun dengan
ketegangan pun terkadang harus hancur akibat jumpscare yang tak begitu
diperlukan. Meski beberapa karakter memang kerap disorot dan diceritakan asal
mula mengapa mereka menjadi korban, namun saya sendiri tidak merasa simpati
pada karakter tersebut, mungkin karna mereka tidak begitu memperlihatkan
bagaimana mereka mencoba untuk menyadari bahwa mereka sedang dalam bahaya. Dan bahkan
bagi saya, terror yang hadir mengantui mereka terlalu cepat dieksekusi dan
tidak terbangun dengan rapih sehingga kita tidak diberi waktu untuk menaruh
hati pada karakternya, ataukah memang karakternya ditulis untuk sangat sulit
untuk dikasihani? Detektif Muldoon yang menjadi karakter utama pun terasa flat dan tidak berjiwa. Entah mengapa
saya tidak merasakan sesuatu yang menarik dari karakternya itu, ia sangat
kekurangan karisma sehingga saya sendiri tidak merasa tertarik dengan
karakternya meski ia seorang karakter utama.
Saya sendiri merasa
film ini tidaklah jauh dengan film horror remake gagal. Tidak ada nuansa baru
yang dihasilkan. Mungkin sang sutradara sudah berusaha sedemikian rupa untuk
menyuguhkan sesuatu yang baru, namun gagal total, mengingat hantu yang
disuguhkan pun terlihat aneh bagi saya. Alur yang sebenarnya bisa menjaid lebih
baik, malah jatuh sekali dan membuat film ini cukup membosankan bagi saya. Meski
seharusnya misteri dalam film ini seharusnya membuat penoton penasaran, sangat
disayangkan harus gagal. Saat saya duduk
diam menikmai film ini pun, yang terlintas dipikiran saya adalah “Ok, another The
Conjuring wannabe” karna habis setiap elemen jumpscare pun tidak jauh beda
dengan film-film horror barat yang kini sedang marak. Mengingat tidak ada
suguhan baru dan beberapa kejanggalan dalam alurnya, membuat film ini gagal
untuk membangun kemisteriusannya. Saya sendiri tidak memiliki memorable scene dari film ini kecuali credit scene di akhir film. Entah mengapa
saya lebih mengakui bahwa credit scene
itu lebih mengerikan dan creepy disbanding keseluruhan filmnya.
Saya sendiri sangat
mengapresiasi gebrakan baru untuk film The Grudge, yang mana tidak mengikuti vibe originalnya. Namun sayang, gebrakan
yang baru itu malah berubah menjadi gebrakan membosankan bagi pecinta film
horror, karna tidak ada hal baru sama sekali. Tapi, mungkin bagi para pecinta
film Ju-On, ini merupakan gebrakan baru, namun yang sangat mengecewakan. Alurnya
yang seharusnya bisa menjadi menarik malah jatuh menjadi menggelikan dan kita
sangat sulit menaruh hati pada karakternya. Banyak adegan yang patut
dipertanyakan. Contohnya adegan ending saat mencoba memutus kutukan tersebut,
dan pilihan sang karakter utama yang bagi saya sangatlah bodoh. Film ini tidak
menakutkan, jika mengagetkan oh tentu saja. Buang jauh-jauh atmosfer gelap yang
sudah dibangun, mari keraskan suara dan munculkan setannya seenak jidat.
Rating
30%
Komentar
Posting Komentar