Review: The Grandmother (2022) - Film Slowburn yang Mudah Ditebak


Film horror bertemakan sebuah keluarga memanglah bukan hal baru. Tema ini sendiri sudah cukup sering ditemui namun tentunya disuguhkan dengan cerita dan konflik yang sama. Seperti; The Dark and The Wicked yang mengangkat mengenai rasa duka dalam keluarga, Antlers  film folklore monster mengenai seorang anak kecil yang mengurus keluarganya yang perlahan menjadi sosok yang mengertikan, atau Pengabdi Setan yang menceritakan mengenai sebuah keluarga yang mulai diganggu sosok tak kasat mata sejak sang Ibu meninggal. Dengan beragam film horror bertemakan keluarga tersebut, tentunya para filmaker berlomba-lomba untuk memberikan sajian segar yang masih bertema yang sama.  Paco Plaza (Rec, veronica) menyuguhkan film horror bertemakan keluarga, yang kali ini berfokus pada hubungan sang cucu dengan sang nenek dalam The Grandmother.

Sinopsis

The Grandmother atau La abuela, menceritakan mengenai seorang model, Susana (Almudena Amor), yang harus pergi meninggalkan Paris demi merawat sang nenek (Vera Valdez) yang sakit parah. Namun lama kelamaan, Sang Nenek menunjukkan gelagat yang aneh. Susana juga mendapatkan berbagai teror dan mimpi buruk selama ia merawat Sang Nenek. Apa yang sebenarnya terjadi?

Sang Nenek dengan Misterinya

The Grandmother sendiri sebenarnya memiliki premis yang cukup sederhana dan tak jauh berbeda ketimbang film horror pada umumnya. Namun, melihat Paco Plaza yang duduk di kursi sutradara, membuat saya sedikit menaikan harapan saya, mengingat saya sangat menyukai film Rec dan puas dengan film Veronica yang dahulu ia garap. Paco Plaza sendiri sudah lihai untuk memberikan terror demi terror jika dilihat dari karya sebelumnya, sehingga saat saya melihat trailer dari film The Grandmother ini, saya berharap akan ditakut-takuti layaknya ia berhasil membuat saya takut sebelumnya.

Dalam film The Grandmother ini sendiri, kita akan mengikuti sang karakter utama kita, yaitu Susana, seorang model yang tengah berusaha terus memanjatkan karirnya, namun terpaksa untuk menunda seluruh pekerjaannya demi merawat sang anak. Sebenarnya agak sulit bagi saya untuk mereview film ini tanpa spoiler, namun saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membocorkan ceritanya. Mengapa demikian? The Grandmother ternyata memiliki alur yang cukup sederhana dan pengeksekusiannya yang straightforward, membuat saya sedikit sulit untuk bercerita sedikit. Bahkan pembukanya sendiri sudah mengandung sebuah spoiler yang cukup besar.

Sinematografi dan Teror yang Indah nan Kelam

Hal pertama yang membuat saya menyukai film ini adalah karena sinematografinya yang sangat indah. Sinematografi dari Daniel Fernández Abelló, berhasil untuk mengambil sudut demi sudut yang membuat merinding atau sekedar was-was. Selain itu, kesan sinematik dalam film ini pun sangat terasa, saat menonton film ini terasa seperti tidak sedang menonton film horror. Bahkan adegan yang mana memuat beberapa atmosfer horror pun ditangkapnya dengan indah, sehingga saya sendiri cukup menikmati keseluruhan adegannya. Atmosfir mencekam yang dibawakan oleh film ini pun hadir dengan sangat maksimal, ditambah lagi sinematografinya yang piawai untuk menangkap momen-momen yang membuat senam jantung.

The Grandmother sendiri merupana film horror yang sangat mengandalkan atmosfirnya dalam menakut-nakuti para penontonnya. Bahkan, bisa dibilang jumpscare yang benar-benar mengagetkan hanya terhitung jari saja, selebihnya adalah momen-momen yang membuat takut dan merinding. Tentunya, meskipun hanya momen spooky saja, untuk berhasil menakuti para penontonnya, sutradara butuh usaha untuk mengarahkan bagaimana membangun kengerian tersebut. Paco Plaza melaksanakan tugasnya dengan sangat baik. Mengingat Paco Plaza sudah piawai bermain dengan atmosfir maupun tensi, tidak mengherankan jika kita akan melihat berbagai build-up yang bagus untuk membangun atmosfir horror dan terrornya.

Film The Grandmother sendiri memiliki pace yang cukup lambat, sehingga kita akan benar-benar melihat bagaimana Susana merawat sang nenek dari awal hingga akhir. Sedari ia dengan bahagianya merawat sang nenek, namun karna teror yang lama kelamaan mulai memengaruhi pikiran dan kewarasannya, membuat ia lama kelamaan mulai frustasi dan merasa perlahan menjadi gila. Perubahan Susana ini sendiri tentunya memiliki kaitan yang amat kuat dengan hubungan sang nenek.

Waktu adalah alegori dari film ini. Entah mengapa, saya merasa bahwa film ini ingin menggambarkan alegori mengenai waktu dengan diberikannya dua tokoh Susana dan Neneknya. Susana yang tengah berada dipuncak kejayaannya, berusia 25 tahun dalam beberapa hari, sedangkan sang Nenek yang akan bertambah menua dan semakin tak berdaya menghadapi waktu, mungkin sudah pasrah menerima kenyataan bahwa waktu mulai mengalahkannya. Si tua dan Si muda yang melawan waktu, yang satu berbahagia dan yang satu tengah meratapi nasib atas ketidakberdayaannya. Akhirnya atas ketidakberdayaannya tersebut, ikutlah mulai memakan mengikis perlahan yang muda, rasa takut menjadi tua pun mulai menggeluti dan menggerogotinya. Film ini sendiri seperti berada pada satu arus dengan film Relic, memiliki tema keseluruhan yang sama, dengan tone yang sama, namun pengemasan yang berbeda.

Pengemasan Alegori ini sendiri terbilang sangatlah indah dan baik, kita bisa melihat bagaimana psikologi dari Susana yang perlahan sudah tidak bisa membedakan yang nyata dan bukan dan tidak memegang kendali atas apa yang terjadi dalam realita dan sekelilingnya. Tentunya alegori ini dibangun dengan baik sehingga pada waktu klimaks benar-benar terasa menendang. Pada babak ketiga sendiri saya dibuat cukup tercengang dikarenakan seluruh konflik dan tensi mulai beraduk menjadi satu, membuat satu kesatuan yang indah. Seperti seluruh hal yang sudah dibangun sejak awal babak dimulai, mulai pecah pada babak ketiga dan benar-benar memunculkan klimaks yang bekerja dengan sangat efektif.

Alur yang Sangat Mudah Ditebak

Sebuah kebohongan besar jika saya mengatakan bahwa alurnya sangat mengejutkan. Tidak. Saya sendiri sudah bisa menebak keseluruhan alurnya pada 15 menit awal. Saya sudah tau apa yang akan terjadi pada Susana dan apa yang dilakukan sang Nenek sampai bisa terjadi hal-hal supranatural yang meneror Susana. Entah hal ini disengaja atau tidak, namun 15 menit awal film ini menurut saya sangat gamblang dan mungkin cukup’sakral’ untuk diperlihatkan di awal, karena termasuk hal yang sangat penting.

15 menit awal ini membuat saya cukup kesulitan untuk duduk tenang menikmati filmnya, dikarenakan hal penting dari konflik ini sudah terbuka dengan gamblangnya di awal film. Sepanjang film sendiri, saya berharap agar semua tebakan saya mengenai alur film ini tidaklah benar dan seluruh dugaan saya meleset. Namun, sayang sekali, semua dugaan saya tidak ada yang meleset. Memang saya sendiri cukup kecewa, mengingat film ini sendiri merupakan slowburn, yang mana perlahan-lahan membakar kita lewat konflik demi konflik yang disulut sedikit demi sedikti sejak awal film. Namun, kenyataannya ‘rahasia dapur’ alur film ini sudah tersulut dengan sangat kencang dan besar sejak awal film dibuka, sehingga saya hanya duduk diam dimakan kobaran api ‘spoiler’ sejak awal.

Namun, meskipun alur film ini sudah sangat sangat tertebak sejak awal film dimulai, saya sendiri tidak bisa mengatakan bahwa film ini adalah film buruk. Sinematografinya sangatlah indah, akting dari pemainnya sangatlah baik. Almudena Amor berhasil membawakan Susana dengan sangat baik, menggambarkan bagaimana kesulitan dirinya dalam menjaga sang nenek dan menghadapi terror supranatural tersebut. Vera Valdez pun sangat berhasil untuk membawakan sosok nenek yang creepy. Bahkan tawanya saja pun membuat merinding dan percaya bahwa ada sesuatu yang tak beres dengannya.

Beruntungnya, tensi dan terror yang diberikannya cukup membantu saya untuk tetap duduk diam menonton dan menikmati filmnya. Meskipun dalam segi misteri, film ini sendiri sudah menguaknya sedari awal. Tapi, saya langsung berusaha untuk penasaran pada apa yang akan terjadi pada Susana dan hubungannya dengan Sang Nenek, meski aku tau Sang Nenek itu apa dan siapa, dan apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, untuk menghibur diri, saya berusaha untuk berharap bahwa film ini memiliki ending yang cukup mengejutkan, meskipun kenyataannya tidak, tapi tetap saja endingnya patut diacungi jempol untu ke-creepy an nya.

Kesimpulan

The Grandmother atau La abuela, hadir dengan sebuah konsep dan tema yang cukup umum, mengenai keluarga. Namun sayang, dengan tema yang marak La abuela atau The Grandmother memiliki alur yang sudah dapat ditebak sejak 15 menit awal film dimulai, membuat misteri dalam film ini tidak begitu kuat. Namun, dibantu dengan sinematografi, atmosfir, dan tensi serta terror yang dibangun pada filmnya, menjadikan film ini masih dapat dinikmati

Rating


50%

Komentar

Posting Komentar