Review: Jailangkung (2017)



"Datang Gendong, Pulang Bopong"


Mungkin ini kali pertama nya saya lagi untuk menonton film horror dari Indonesia sendiri. Bukannya saya anti film horror karya bangsa saya sendiri, saya enggak punya teman yang mau untuk menonton film horror di bioskop, karena kebanyakan teman saya sendiri lebih senang menonton film blockbuster sendiri. Entah kenapa saya juga ingin sekali menonton film ini, padahal ketika membeli tiket saya sendiri ragu mau film ini atau Spiderman Homecoming? Akhirnya denan mantap saya nonton film ini.

Mengisahkan tentang tiga orang gadis, Bella (Amanda Rawless), Angel (Hanna Al Rasyid), dan adiknya Tasya  yang ingin mengungkap misteri di balik apa yang menimpa sang Ayah.
Suatu hari ayah mereka ditemukan koma secara misterius, kini mereka bertiga berusaha menemukan jawabannya. Mereka dibantu oleh Rama (Jefry Nichol), teman kuliah Bella yang memang tertarik dengan hal metafisik.
Mereka memutuskan untuk pergi ke tempat di mana ayah mereka ditemukan. Dengan bantuan pilot bernama Capt Wardana (Augie Fantinus) mereka pun sampai di tempat itu. Mereka terkejut dengan kemegahan tempat itu.
Di sana mereka menemukan Jailangkung. Ternyata Jailangkung lah yang membuka rahasia gelap masa lalu dan kini mengancam nyawa mereka. Mampukah mereka lolos dari teror Jailangkung ini?

 Saat adegan pembuka, saya sendiri sudah menanamkan rasa percaya saya kalau film ini bakalan absurd dan enggak jelas. Kenapa? Pada adegan pembuka sendiri sangat terkesan terburu-buru bahkan saya sendiri enggak terlalu mengerti apa yang sedang terjadi di adegan pembuka itu.Dari adegan pembuka sendiri, saya sudah naruh ekspetasi yang enggak terlalu tinggi untuk film ini. Film ini juga sebenarnya kalau di pakai loika agak meleset juga.

entah aku mau sedih atau ketawa ketika melihat scene dimana mereka mendatangi rumah misterius milik bapaknya yang ternyata menjadi tempat maen jailangkung ama si bapak. Buat apa cobaa mereka bawa-bawa si adeknya yang paling kecil kalau ujung-ujung nya bakalan di tinggalin sendirian mulu. Mungkin kalau aku bisa ngamuk ngamuk ke film, aku mungkin bakalan marahin tuh kakak-kakaknya si adeknya yang kayak gak punya otak '-' . untuk Flashback nya juga di film ini memakai teknik kaset dan foundfootage. sayang banget, found footage rasa bukan found footage. Saya sebagai orang yang cukup senang hal-hal berbau Found Footage merasa sangat-sangat kecewa dengan found footagenya. Entah itu efek efek yang di buat agar terkesan rekaman lama atau penempatan kameranya. semua nya enggak berhaasil menjadi flashback atau found footage yang bagus.

Orang mana yang lagi mau nyari tahu soal penyebab penyakit sang ayah, jauh jauh datang ke rumah misterius milik sang ayah yang kelihatan angker dan gelaap dan sepi banget. eh,  masih bisa senyum ketika melihat flashback mereka '-' , ada apa sih dengan mereka? Di First Act mungkin kelihatan drama-dramaanya di film ini. Sayang nya bagi saya, dramanya kurang menohok hati kita untuk merasakan apa yang dirasakan kakak beradik itu. Bahkan saya pun enggak peduli dengan keadaan sang bapak bagaimana dan bagaimana.

Dengan diselipkannya mitos jawa atau pengetahuan tentang jiwa dan raga, sebenarnya film ini sudah memiliki sesuatu yang bagus untuk dikembangkan. Tapi sayang, pengetahuan yang seharusnya bisa di kembangkan itu hanya lewat secara sia-sia. Saya bahkan sangat berharap buat pengetahuan itu ada sangkut pautnya dengan Jailangkung. Yah... Tidak sesuai ekspetasi lagi. Entah kenapa saya cukup kesal karna sound di film ini. Setiap ada kata-kata penting atau keyword, pasti Backsoundnya langsung kencang dan ngagetin. itu cukup atau bahkan snagat annoying.

di second act sebenarnya sudah mulai ada penampakan penampakan yang menurut saya juga cukup berhasil ngagetin saya di beberapa part dan yaa lumayan lah muk ahantu nya cukup nyeremin. Tapi, entah kenapa saya juga cukup lucu melihat sang tokoh utama yang kebingungan dikala di kejar oleh hantunya dan tindakannya juga cukup lucu. Saya selalu berharap bahwa kejar-kejaran antar hantu dengan sang ttokoh akan berakhir di third act. Tapi, keinginan saya mungkin belum terkabul. Di Third act kita disuguhkan dengan Chaos dan klimaks film ini. Segala kehancuran sampai hancurnya saya engga ngerti atas apa yang terjadi. Dan ending untuk menyelesaikan si hantu pun saya cukup kecewa dan dengan keras dalam hati saya berteriak "UDAH? CUMAA GITU DOANG? AWAL FILM MAH INI DAH KELAR!"
 
 Untuk aktingnya, Hannah Al Rashid paling aku suka disini. Dia mampu menyalurkan terror ke penonton dan cukup buat saya yakin kalau dia sedang di terror, dari ekspresi wajah pun dia sudah dapat kalau dia memang sedang ketakutan.  Jefri Nichol disini sebenarnya mencoba untuk menjadi seorang pria yang agak awkward dan canggung serta introvert, Dan ssebenarnya karakter yang diperankannya cukup buat kesal karna ya... kayaknya dia selalu bawa bawa masalah ajah gituh. Lukman Sardi disini bahkan terlihat cukup lucu dengan penggunaan mimik wajah yang sepertinya berlebihan, dan agak enggak klop dengan suasana di film ini, saya bahkan ngerasa jadi horror comedy.

The Ranting is
35%


Komentar