Review: Paranormal Activity Next of Kin (2021)- Alasan Franchise Paranormal Activity Harus Berhenti

 


Sinopsis

Paranormal Activity Next of Kin sendiri menceritakan Margot (Emily Bader), yang ingin mencari kebenaran mengenai sang ibu yang membuangnya saat ia masih bayi. Margot dan kekasihnya, Chris (Roland Buck III), dan seorang juru kamera, Dale (Dan Lippert), melakukan perjalanan ke suatu komunitas orang Amish yang cukup terpelosok untuk mencari tau mengenai sang Ibu. Namun siapa sangka, niatnya mendokumentasi mengenai keberadaan sang Ibu, malah berujung petaka bagi mereka.

Kembalinya Paranormal Activity

Sebagian besar penikmat film tentunya sangat mengenal Franchise Paranormal Activity. Dengan mengusung horror found footage yang cukup menggemparkan pada masanya, sehingga digadang-gadang menjadi film horror terseram sepanjang masa, Paranormal Activity memerah keuntungan dari film pertamanya sampai-sampai membuat enam sekuel dan satu sekuel sampingan yang berasal dari Jepang (Paranormal Activity 2: Tokyo Night).

Namun, siapa sangka kini franchise Paranormal Activity mencoba untuk kembali membangkitan franchisenya yang sudah terkubur setelah Paranormal Activity The Ghost Dimension yang dianggap gagal tersebut.

Paranormal Activity Next of Kin ini sendiri mencoba untuk keluar dari zona nyaman franchise Paranormal Activity, dengan tidak mengkaitkan hubungan ceritanya dengan Katie dan membangun terror nya tersendiri dari bawah. Tentunya hal ini cukup menarik, terlebih lagi saya sendiri sudah cukup lelah dengan problematika supranatural keluarga Katie yang nampak diperah karena keberhasilannya di film pertama. Sehingga Paranormal Activity Next of Kin yang kini hadir dengan lore tersendiri, menjadi sajian fresh ditengah jenuhnya franchise Paranormal Activity.

Perkampungan Amish dan Terror

Kali ini Paranormal Activity Next of Kin sedikit membawa kita untuk berjalan-jalan dan tidak menetap dalam stau lokasi semata. Dengan konsep mengunjungi kampung Amish demi mencari tahu keberadaan ibunya Margot ini, bisa dibilang cukup fresh, mengingat franchise Paranormal Activity condong menggunakan satu setting tempat. Kamera yang digunakan juga tidak diam di satu tempat, sehingga kita bisa menikmati setting perkampunagn Amish yang misterius itu.

Perkampungan Amish sendiri sudah terlihat sangat mencurigakan sejak awal, darimana kerabat Margot yang berasal dari kampung Amish tersebut berkenalan dan janjian dengan Margot untuk bertemuy, dan bercakap-cakap mengenai misterinya ibu Margot yang tega membuangnya saat masih bayi. Sehingga saat kiat sudah datang diperkenalkan pada perkampungan Amish tersebut, kita sudah was-was akan bahaya yang bisa datang kapan saja.

Atmosfer misterius pun menyelimuti perkampungan Amish, dilihat dari gerak gerik masyarakatnya, dan settingnya yang sama sekali jauh drai pemukiman warga sekitar, ditambah lagi tidak ada teknologi modern yang memadai disitu. Menjadikan setting perkampungan Amish yang terpencil itu semakin ‘berbahaya;’ dikarenakan sempitnya ruang gerak karakter utamanya. Terlebih lagi tone yang kerap mendung, menambah atmosfer kelam yang sudah dibangun di setting tersebut.

Perkampungan Amish yang sedari awal sudah memberikan red flag mereka terhadap Margot, menanamkan misteri mengenai ada apa hubungan sang ibu dengan Margot dan perkampungan Amish itu. Sehingga sedari awal kita sudah diberikan petunjuk soal gerak gerik mencurigakannya, dan misteri ini terbilang cukup menarik meskipun nampak kurang matang dalam pengeksekusian.

Found Footage Canggih Namun Kurang Eksplor

Sebagai film misteri, film Paranormal Next of Kin ini cukup kuat. Namun, sebagai film found footage, film ini terbilang sangat lemah. Mengingat film pendahulunya (Paranormal Activity) dirilis pada tahun 2007, tentunya Paranormal Activity Next of Kin yang rilis pada tahun 2021 ini semakin canggih kameranya, tentunya karena mengikuti zaman juga. Gambar yang ditangkap pun terbilang jernih dan bening, kamera yang dibawa pun banyak, mengingat Margot pergi ke Perkampungan Amish tersebut bersama sang kekasih dan kawannya, mereka membawa perlengkapan kamera dan microfon dengan sangat siap dan lengkap.

Dengan kamera yang banyak ini, sayangnya Paranormal Next of Kin sangat lemah untuk mengeksplor cerita, bahkan saya sendiri bisa mengatakan bahwa pendahulunya melakukan eksplorasi terhadap alurnya lebih baik meskipun dengan kamera seadanya, mereka berhasil menangkap terror dan horror yang muncul, penampakan-penampakan tak kasat mata yang berhasil membuat bulu kuduk merinding. Namun sayangnya, Paranormal Activity Next of Kin ini tidak bisa mempergunakan kecanggihan alat-alatnya untuk kembali membangkitkan penampakan-penampakan semengerikan pendahulunya.

Motivasi Margot untuk membuat dokumentasi pun dirasa kurang kuat jika dibandingkan pendahulunya, Margot bahkan tidak perlu susah payah untuk mendokumentasikannya karena tidak memiliki alasan yang kuat, hanya nampak seperti vlogger biasa saja. Tidak seperti pendahulunya yang harus menggunakan kamera-kamera untuk menangkap penampakan yang mengganggu mereka, Margot sendiri bisa saja tidak usah merekam perjalanan mereka ke sana. Sehingga sebagai film found footage, Paranormal Activity Next of Kin ini tidak memiliki motivasi kuat dan sangat lemah untuk menjadi film found footage dikarenakan fondasi motivasi yang dangkal.

Kurangnya eksplorasi pun dirasa membuat cerita dalam film ini semakin dangkal. Terkadang pengambilan-pengambilan gamabar yang dilakukan nampak tidak memiliki tujuan yang jelas, sehingga terasa seperti vlogger biasa yang tengah liburan dan melupakan tujuan utama mereka untuk mencaritahu mengenai Ibu si Margot. Eksplorasi terhadap karakter-karakternya pun terasa ikut dangkal sedangkal bagaimana mereka mengeskplor perkampungan Amish dengan peralatan canggih. Bahkan, saya sendiri kesulitan untuk menaruh hati pada karakter utamanya, karena pembangunan karakter yang dirasa dua dimensi.

Misteri yang ditabur dalam film ini pun terasa tidka digali dengan maksimal, mengingat Margot dan kawan-kawan dapat membongkar misteri tersebut dengan amat sangat mudah. Kepingan-kepingan puzzle yang sehrausnya disusun perlahan dan rumit tersebut nampaknya dengan mudah diselesaikan, bahkan Margot dan kawan-kawan dengan mudah menemukan rahasia utama perkampungan Amish tersebut, sehingga tidak ada alasan kuat untuk mereka tetap merekam dengan kamera (yang mana pada film pendahulunya digunakan untuk mengambil bukti).

Saya sendiri cukup menanti penampakan-penampakan yang hadir di malam hari, yang mana saat kamera dengan nightvision merekam ruangan. Namun, saya rasa ekspetasi saya terlalu tinggi, karena penampakan yang hadir pun tidak begitu menendang. Memang ada satu jumpscare yang bagi saya berhasil mengagetkan dan menjadi suatu hal yang fun, bahkan pembangunan atmosfer pada saat jumpscare tersebut sangat pas, sehingga jumpscare nya bekerja dengan sukses. Tapi hanya hal itu saja yang paling menendang.

Alur yang hadir pun terasa sangat lurus tanpa konflik yang mengharuskan penontonnya ikut berfikir keras bersama dengan karakternya, sehingga durasinya pun terasa cukup cepat karena mudahnya para karakter tersebut memecahkan misterinya. Pembangunan klimaks yang penuh darah di akhir pun terasa kurang maksimal, mengingat misteri yang dibangun nampak melempem dikarenakan ‘kemudahan’ pemecahan kepingan puzzlenya. Meski klimaksnya masih terbilang cukup mengasyikan, namun hadir kurang maksimal.

Kesimpulan

Paranormal Activity Next of Kin mungkin akan lebih baik jika digarap tanpa menggunakan konsep found footage dan mungkin tidak terikat dengan franchiseParanormal Activity, yang mana akan menarik menjadi film stand-alone. Namun, sayangnya dengan konsep Found footage yang kelewat canggih namun kurang bisa mempergunakan kecanggihannya tersebut, Paranormal Activity Next of Kin, nampak seperti film found footage biasa dan tidak spesial. Alur dan karakternya terasa hambar dan dangkal, nampak seperti penulis naskahnya kewalahan untuk mengatur misteri demi misterinya. Motivasi karakter utama untuk melakukan dokumentasi pun kurang kuat, sehingga film ini tidak memiliki alasan kuat untuk menjadi film found footage.

Banyaknya kamera yang hadir pun sempat membuat saya kewalahan untuk mengetahui sudut pandang siapa yang tengah saya tonton, namun sayangnya kamera-kamera tersebut gagal untuk menangkap terror yang hadir dalam film ini, sehingga film ini sanagt tidak mempergunakan potensinya dengan baik.

Rating


20%

Komentar