Review Resident Evil Welcome to Raccoon City (2021)- Film dengan Ambisi Yang Berantakan


Bagi para pecinta film mungkin banyak yang mengetahu mengenai Resident Evil  atau bagi para gamers, pastinya tidak asing dengan Resident Evil. Yap, franchise game garapan capcom dan franchise film sukses milik Paul W.S. Anderson dengan pemeran utama wanita yang cukup ikonik, Milla Jovovich sebagai Alice. Namun, kali ini saya akan me-review film terbaru Resident Evil, yang mana kini bukan lagi disutradari oleh Paul W.S. Anderson, melainkan oleh Johannes Roberts (47 Meters Down). Saat film terbaru Resident Evil diumumkan akan hadir dan membawakan karakter-karakter dari gamenya, saya yang termasuk sebagai fans hardcore game Resident evil tentunya bersorak gembira, bersama dengan kawan-kawan saya yang tentunya fans hardcore dari game tersebut. Setelah sekian lama para fans menginginkan film Resident Evil yang diadaptasi ke dalam film dengan karakter-karakter yang ada di dalam gamenya, rasanya keinginan mereka tahun ini dikabulkan dengan munculnya Resident Evil Welcome To Raccoon City, terlebih lagi film ini diproduksi oleh screen gems dan constantine films. Namun apakah film Resident Evil Welcome to Raccoon City ini dapat memuaskan keinginan para penikmat film maupun game ataupun franchise Anderson sebelumnya?


Sinopsis

Resident Evil Welcome to Raccoon City menceritakan mengenai kejadian penyebaran virus di Raccoon City yang menyebabkan para warganya berubah menjadi mayat hidup atau zombie. Film ini sendiri dibuka dengan Claire dan Chris Redfield kecil yang tinggal di sebuah panti asuhan di Raccoon City, dimana William Birkin (Neal McDonough) merupakan sosok dibalik berjalannya panti asuhan tersebut. Namun, nampaknya panti asuhan tersebut menyimpan sebuah misteri besar nan mengerikan yang tersembunyi.

Kemudian kita langsung dibawa ke Claire Redfield (Kaya Scodelario) yang kini sudah dewasa dan tengah menumpang truk menuju Raccoon City untuk menemui kakaknya. Namun, di perjalanan sang supir menabrak seorang gadis yang kemudian saat diselidiki menghilang secara misterius. Namun siapa sangka perjalanannya kembali ke Raccoon City menjadi sebuah mimpi buruk bagi Claire.

Selamat datang di Raccoon City

Film Resident Evil Welcome to Raccoon City ini nampak cukup ambisius untuk menghadirkan sebuah film adaptasi yang benar-benar mengikuti game nya. Terlihat dari karakter Jill Valentine (Hannah John-Kamen), Chris Redfield (Robbie Amell), Albert Wesker (Tom Hopper) dan karakter favorit para pemain game nya yaitu, Leon S. Kennedy (Avan Jogia). Dengan karakter yang dihadirkan ini, tentunya film ini pun menghadirkan setting yang memang setia dengan game nya. Bahkan bisa saya katakan bahwa setting yang dihadirkan cukup indah menggambarkan Raccoon City, bahkan membuat saya sedikit bernostalgia dengan bangunan-bangunan yang memang memorable dalam gamenya.

Tentunya sebagai film adaptasi ada sedikit perubahan-perubahan yang terjadi, dari segi penceritaan yang tentunya berbeda dari game nya. Film ini sendiri nampak ingin meringkas seluruh cerita dalam gamenya menjadi satu film. Sebagai seorang hardcore fans akan sangat sulit bagi saya untuk me-review film ini. Karena ada dua sudut pandang yang harus saya ambil, yaitu sebagai fans dan penikmat film secara umum. Yang mana pada review ini saya sendiri tidak akan membahas soal kesetiaan adaptasi ini dengan game nya. Melainkan, saya sendiri akan me-review Resident Evil Welcome to Raccoon City ini secara umum.

Horor yang cukup menegangkan

Sebagai film horor zombie, Resident Evil Wlecome to Raccoon City nampaknya melakukan tugasnya dengan cukup baik. Dengan alur yang cukup cepat, menunjukkan penyebaran virus tersebut dengan cepat dan zombie-zombie beringas yang benar-benar menjadi ancaman berbahaya, ketegangan-ketegangan yang hadir tentunya menjadi terasa. Bagaimana sang tokoh utama mencoba mencari tau apa yang sebenarnya terjadi, konflik antar karakternya dan dengan misteri-misteri yang hadir dibalik penyebaran virus tersebut.

Film garapan Johannes Roberts ini sendiri mengambil dua latar sekaligus, yaitu kota Raccoon City dan Mansion Spencer. Yang mana kedua setting ini sangatlah indah dan memberikan aura mencekam yang teramat sangat menyelimuti sepanjang durasi. Kita akan mengikuti dua perkembangan alur, Claire dan Leon yang mencoba bertahan hidup sembari mencari tau apa yang sebenarnya terjadi di kota Raccoon sampai-sampai semua orang menjadi zombie, san juga cerita Chris dan kawan-kawannya menguak insiden misterius yang terjadi di mansion Spencer.


Dua konflik besar ini tentunya membangun sebuah tensi dan misteri masing-masing dan tentunya dengan suasana yang berbeda namun dengan satu ancaman yang sama yaitu zombie-zombie. Cukup banyak scene yang cukup menegangkan pula dalam film ini, seperti saat Leon dan Claire tengah dikejar zombie-zombie di ruangan sempit, dan Chris yang harus melawan para zombie dalam kegelapan. Jika dibandingkan dengan franchise miliki Anderson, film Resident Evil Welcome to Raccoon City ini memiliki unsur horror yang bisa dikatakan lebih kental. Roberts selaku sutradara nampak tau kapan saja menempatkan unsur-unsur horor yang mampu membuat para penonton gigit jari melihatnya, bahkan jumpscare dalam film ini pun tidak terkesan murahan meski memang pengeksekusiannya sering kita lihat layaknya dalam film horror pada umumnya.

Scoring atau musik yang ada dalam film ini pun ikut menambah ketegangan yang ada, dan untungnya suara jumpscare nya pas dengan jumpscare  yang ditujukkan, jadi tidak semata-mata hanya bermodalkan suara keras saja. Meski terkadang ada saja jumpscare yang muncul tiba-tiba alias benar-benar random, tapi masih terbilang sedikit. Bahkan zombienya dan monster nya pun terbilang cukup mengerikan, disertai adegan gore yang menunjukkan luka cakaran atau tembakan. Resident Evil Welcome to Raccoon City nampak tidak takut memperlihatkan darah dimana-mana.

Ambisi Tinggi yang Berantakan

Johannes Roberts selaku sutradara dan penulis naskah nampaknya melihat dan mendengar seluruh harapan dan permintaan para fans Resident Evil untuk memunculkan film yang menjadi faithful adaptation dari game nya sendiri. Terlihat dari Resident Evil Welcome To Raccoon City yang tak tanggung-tanggung menghadirkan dua setting yang ikonik dalam gamenya, Spencer Mansion dan Raccoon City itu sendiri, disulap sedemikian rupa sehingga benar-benar mirip dengan apa yang ada dalam gamenya.

Sebagai seorang fans dan penikmat film sendiri, saya benar-benara menyukai setting nya yang nampak rapih dan sangat meyakinkan tersebut. Terlebih lagi kedua setting itu sama-sama memberikan efek ketegangan yang sama. Namun nampaknya ambisi Johannes Roberts untuk menghadirkan film yang menjadi adaptasi semirip mungkin dengan gamenya terbilang gagal.

Resident Evil Welcome to Raccoon City menghadirkan cukup banyak karakter, dan nampaknya Roberts sendiri menginginkan seluruh karakter utama yang ada dalam gamenya untuk hadir sekaligus dalam film nya ini untuk memuaskan para penggemar setia. Namun hal itu sendiri membuat film ini terpecah fokusnya pada tim Chris dan tim Claire.

Pemecahan fokus ini sendiri mengakibatkan beberapa ketimpangan dalam elemen-elemen filmnya. Contohnya adalah pada zombie-zombie yang hadir dihadapi Claire di Raccoon City nampak tidak semengerikan yang dihadapi Chris dan kawan-kawannya di Spencer Mansion, dan bahkan saya sendiri merasa bahwa tim Chris mendapat pasokan horor yang lebih baik ketimbang tim Claire. Dimana Chris dan kawan-kawannya diperlihatkan bagaimana mereka kewalahan menghadapi zombie tersebut dan tentunya membuat para penonton sadar ancaman dari zombie tersebut, menunjukkan salah satu karakter yang ada di tim Chris mati pun semakin menaikkan unsur horornya. Namun, pada Tim Claire sendiri, meskipun diperlihatkan satu atau dua karakter yang mati, namun karna unsur horor nya tidak sekuat Tim Chris yang ada di spencer mansion, pengeksekusiannya menjadi melempem.

Pemecahan fokus pada alur ini sendiri membuat segalanya nampak terburu-buru dan berantakan. Roberts selaku sutradara dan penulis naskhan nampak ingin secepat mungkin menghadirkan segala elemen yang ada dalam gamenya ke dalam film, ingin menujukkan ambisinya mengadaptasi Resident Evil semirip mungkin dengan game tersebut. Namun niatnya tersebut malah menghancurkan alurnya, membuat banyak sekali tanda tanya yang tak terjawab.

Pendalaman karakter dalam film ini sendiri terbilang dangkal. Kita diperlihatkan konflik Claire dan Chris dengan William Birkin, namun Resident Evil Welcome to Raccoon City nampak tidak menggali lebih dalam, sehingga membuat hubungan antar karakter menjadi kaku dan tidak terasa. Terlebih lagi hubungan antara Chris dan Claire sebagai kakak beradik yang masing-masing memendam konflik sendiri sehingga hubungannya menjadi tegang, tidak nampak natural dalam film ini.  

Tak hanya itu, pendalaman alur yang dangkal juga akhirnya cukup berdampak fatal pada keseluruhan film, mengakibatkan filmnya seperti kereta berjalan saja, lurus terus tidak berhenti sampai durasi selesai. Beberapa orang yang mungkin bukanlah fans dari game nya akan merasa kebingungan dengan alurnya, karena dalam film ini sendiri hanya menampilkan sekelibat-sekelibat saja konfliknya. Seperti Lisa Trevor yang ada di panti asuhan, kita hanya tau dia sebagai bahan eksperimen. Tapi kita tidak tau kenapa bisa sampai seperti itu, dan kenapa dia tidak keluar dari panti asuhan? Bahkan Umbrella Corporation yang menjadi villain utama dalam film ini bahkan tidak ditujukkan batang hidungnya secara jelas. Kita hanya tau penyebaran virusnya karena Umberella, tapi tidak diperlihatkan seberapa beringasnya Umberella sampai-sampai bisa menyebarkan virus mematikan tersebut.

Perkembangan alurnya sangat lambat namun dibawa dengan cepat, sehingga cukup sulit untuk menerima seluruh informasi yang terus menerus dibombardir tanpa diberikan penjelasannya lebih lanjut. Membuat para penonton akan cukup kesulitan untuk membuat ikatan emosi dengan alur maupun karakternya. Bahkan saat adegan klimaks berlangsung pun terasa hambar dan biasa saja, malah terasa seperti adegan perkelahian biasa dan bukannya adegan klimaks. Monster yang hadir dan harus dilawan karakter utama pada klimaks pun terasa seperti malas dan mudah sekali dibunuh, sehingga tidak nampak adanya perlawanan yang meyakinkan bahwa monster tersebut memanglah ancaman yang berbahaya.

Claire sebagai karakter utama pun nampak hambar sekali dan dua dimensi. Dia nampak seperti patung berjalan yang tidak memiliki emosi. Kaya Scodelario sebagai Claire nampak seperti bosan dan kaku sepanjang durasi, dan sangat minim menampilkan emosi dalam situasi yang emosional sekaligus. Ditambah lagi dengan pendalaman karakter yang dangkal, membuat sosok Claire dalam film ini sangat sulit untuk dicintai atau disukai. Bahkan jika disuruh memilih, saya lebih senang melihat Jill dalam film ini, eksistensinya terasa seluruh percakapan dan interaksinya dengan teman maupun situasinya terasa sangat natural. Meski durasinya tidak terlalu banya karakter Jill lah yang paling menonjol di mata saya dengan kepribadiannya yang kuat dan peduli dengan kawan-kawannya.

Dengan setting yang indah sayang sekali zombie-zombie ataupun monster yang hadir tidak seindah latarnya. Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, zombie di spencer mansion lebih mengerikan dibandingkan di raccoon city. Efek CGI yang digunakan dalam film ini pun nampak terlalu berlebihan, sampai-sampai saya sendiri tertawa melihat monster Licker yang hadir seharusnya menjadi menyeramkan namun karena efek CGI yang buruk jadi gagal seram. Zombie anjing yang hadir pun tentunya dibalut dengan CGI membuat kehadirannya kurang meyakinkan dan realistis, yang seharusnya menyeramkan malah terasa biasa saja. Dan yang terkadang mengganggu adalah, pencahayaan yang terkadang gelap sehingga sulit untuk melihat apapun.

Kesimpulan

Pada akhirnya, Resident Evil Welcome to Raccoon City hadir sebagai film dengan ambisi dan ide tinggi namun sangat amat berantakan pada pengeksekusiannya. Bahkan, saya sendiri merasa jika saja Johannes Roberts fokus pada satu saja alur yang ada dalam gamenya dan dijadikan sebagai pengenalan, contohnya hanya berfokus pada Chris dan kawna-kawannya di Spencer Mansion mungkin film ini akan lebih padat dan rapih. Namun namppaknya Johannes Roberts lebih menginginkan film Resident Evil ini mencampur dua sumber adaptasi, namun tentunya gagal dalam pengeksekusian.

Perpecahan fokusnya membuat filmnya berantakan, dan penggalian karakter serta alurnya terasa dangkal sampai-sampai cukup banyak pertanyaan yang hadir dalam film ini. Bahkan saat ending saya langsung kaget dan berkata “LAH UDAH BEGINI DOANG?”. Overall, saya sebagai penikmat film terlalu menaruh ekspetasi tinggi pada film ini dan yah, kini sangat kecewa.

Rating


25%

Komentar