Review: Willy's Wonderland (2021)


Willy's Wonderland menceritakan seorang pria (Nicolas Cage) yang tengah berkendara dengan mobilnya, mengalami sebuah insiden yang membuat ban mobilnya pecah disebuah kota kecil yang bernama Hayesville. Akhirnya pria tersebut diberi tawaran oleh Tex Macadoo (Ric Reitz) untuk membersihkan sebuah restoran kecil selama semalam dan sebagai gantinya mobil sang pria tersebut akan ditanggung perbaikannya oleh Tex Macadoo. Namun siapa sangka ternyata restoran tersebut menyimpan sebuah rahasia gelap, dimana di dalamnya terdapat berbagai animatronic yang hidup dan siap membantai siapapun yang masuk ke dalamnya setiap malam.

Bisa dikatakan saya merupakan salah satu penggemar dari game Five Nights at Freddy’s, dan terkadang berharap betapa kerennya jika game tersebut diangkat menjadi sebuah film, dan mungkin akhirnya keinginan saya dikabulkan. Saat trailer dari film ini muncul, beberapa fans dari Five Nights at Freddy’s bersuka cita karna game favorit mereka diadaptasi secara tidak langsung ke layar lebar. Meskipun tidak seutuhnya mengadaptasi dari game tersebut, tapi film ini memiliki element-element penting yang hadir di dalam game tersebut. Sehingga, saya langsung menandai film ini ke dalam watchlist saya, menunggu bagaimana film ini disuguhkan. Dan benar saja, film ini tidak jauh berbeda dengan Five Nights at Freddy’s, yang membedakannya hanyalah kehadiran Nicholas Cage.

Film garapan Kevin Lewis ini terasa seperti film slasher pada tahun 80-an, alur cerita dan bagaimana karaakter tersebut bertindak membuat saya bernostalgia pada film slasher jaman dahulu. Bahkan sedari awal film saya sudah merasakan vibe tersebut. Hal tersebut tidaklah buruk, namun mungkin bagi beberapa orang yang tidak terbiasa dengan film slasher tahun 80-an akan merasa sedikit janggal dengan film ini. Alur dari film ini pun sudah dipaparkan dengan jelas, Animatronic yang membunuh siapapun yang memasuki restoran. Dengan premis yang cukup sederhana ini, saya penasaran bagaimana Kevin Lewis –sang sutradara, akan mengeksekusi premis yang dimiliki oleh film ini. Akankah menjadi menarik? Ataukah malah menjadi sebuah bencana besar?

Film ini sendiri dibuka dengan karakter tanpa nama yang diperankan oleh Nicholas Cage, mengalami sebuah insiden yang membuat ban mobilnya pecah, dan dari situlah horror dimulai. Karakter yang diperankan Nicholas Cage sendiri tidak memiliki nama, bahkan di credit scene dia hanya disebutkan sebagai The Janitor, cukup misterius bukan? Namun tidak sampai di situ saja, The Janitor ini tidak bicara sedikitpun, ia hanya berteriak, menggeram dan mengeluarkan beberapa suara lainnya, namun tidak pernah sekalipun ia berbincang atau berbicara sendiri. Ia tetap menjadi karakter yang penuh dengan misteri dan siap menghajar siapapun yang mengancam nyawanya. Di sini sudah terlihat jelas bahwa Nicholas Cage memerankan tokoh yang tak terkalahkan, dan bahkan mungkin sebagai satir dimana terkadang tokoh utamanya sama sekali tidak terkalahkan sekali-pun, bahkan saking Over Power nya, dia tidak perlu berbicara sedikitpun. 


Entah mengapa saya sendiri merasa bahwa The Janitor digambar sebagai unsur satir yang menggambarkan bagaimana kebaanyakan tokoh utama di film Slasher atau action tidak pernah kalah atau pasti akan menang, dan mungkin tanpa luka sedikitpun. Saya juga merasa bahwa terkadang kebanyakan tokoh utama di film horror slasher tau apa yang harus mereka lakukan, dan mampu mengalahkan sang musuh tersebut, bisa dibilang mereka punya tingkat keberuntungan yang cukup tinggi. Inilah yang mungkin ingin digambarkan oleh Kevin Lewis dalam filmnya, bagaimana terkadang tokoh utama mampu mengalahkan segala rintangan tanpa kesulitan apapun. Terlebih lagi mungkin ini kali pertama saya melihat Nicholas Cage berakting tanpa mengeluarkan sepatah katapun. Sangat sering Nicholas Cage memerankan karakter yang selalu bertingkah ‘gila’ dan tentunya dengan beberapa dialog yang tak kalah ‘gila’. Namun di film ini dengan sangat bagusnya Nicholas Cage tetap memberikan nuansa ‘gila’ meskipun ia tidak berkata apapun, tak hanya itu Nicholas Cage dengan suksesnya membawakan tokoh yang keren dan gila.

Premis yang cukup ssederhana membuat saya sedikit berharap tingga kepada eksekusi yang akan hadir di film ini. Saat menonton film ini, saya tidak sepenuhnya kecewa. Cukup terhidur dengan dark comedy yang disuguhkan oleh film ini, beberapanya mampu membuat saya tertawa karenanya. Eksekusi saat karakter-karakter mulai hidup di malam hari pun cukup menarik, membuat saya sendiri menunggu-nunggu siapa yang akan muncul dan menyerang The Janitor. Bahkan saya sangat menyukai adegan perkelahian antara The Janitor melawan para animatronic tersebut. Diselingi beberapa dark comedy sehingga menambah kesan ngeri namun menggelitik pula. Meskipun saya tau bahwa The Janitor tentunya akan menang melawan para animatronic tersebut, namun tidak membuat saya berhenti menanti bagaimana caranya The Janitor mengeksekusi mereka dengan sadis. Perkelahian yang cukup brutal tersebut mampu menghibur saya, bagaimana para animatronic tersebut menyerang dan kemudian The Janitor tentunya akan menghabisi mereka dengan beberapa cara yang unik dan berakhir dengan cipratan oli dimana-mana.

Namun, yang membuat saya sendiri sedikit merasa terganggu adalah penggunaan shaky cam di film ini. Di setiap adegan perkelahian The Janitor melawan animatronic atau siapapun yang melawan animatronic kebanyakan menggunakan shaky cam, sehingga saya tidak bisa secara maksimal menikmati adegan perkelahian tersebut. Padahal jika saja shaky cam tidak digunakan secara intens, mungkin adegan tersebut akan menjadi sebuah masterpiece di film ini, karna kita sendiri sudah tau bahwa The Janitor akan membabi buta melawan para animatronic, kita ingin melihat bagaimana ia mencincang satu persatu animatronic tersebut, namun shaky cam lah yang menjadi penghalang untuk menikmati adegan tersebut secara maksimal.

Sebenarnya film ini mungkin akan lebih menarik jika hanya berfokus kepada The Janitor yang berusaha survive semalam di Willy’s Wonderland, namun kita juga disuguhkan oleh beberapa tokoh remaja yang sebenarnya kebanyakan dari mereka tidak memiliki peran penting di sini, hanya menambah body count saja. Karakter Liv yang diperankan oleh Emily Tosta di sini memiliki peran yang cukup penting, ia ditaruh sebagai karakter yang tau betapa mengerikannya Willy’s Wonderland tersebut, kemudian beberapa karakter sheriff dan Tex Macadoo pun memiliki peran yang penting, karena mereka terkait kepada benang merah yang sama, sehingga seluruh aksi yang mereka lakukan masih bisa dipahami dan kita tau mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut. Lalu kita dihadapkan pada sekelompok remaja yang sebenarnya jika dihilangkan mungkin akan membuat film ini menjadi lebih baik. Eksistensi dari kawan-kawan Liv pun hanya menambah film ini menjadi penuh dengan ke klise-an. Sebenarnya saya sendiri sudah merasa film ini akan berujung menjadi sebuah film yang campy dan mungkin penuh dengan ke klise-an, namun klise yang dibawa oleh sekelompok remaja ini terasa seperti dipaksakan, bahkan ada beberapa scene yang membuat saya tertegun dan berfikir mengapa hal tersebut bisa terjadi? Apa mungkin film ini memberikan satir film slasher tahun 80-an lagi? Namun saya merasa karakter-karakter tersebut tidak perlu ada. Ditambah lagi dialog yang kerap dilontarkan oleh remaja-remaja tersebut terasa kaku, tidak termasuk Liv. Beberapa reaksi yang dimunculkan oleh Liv ketika melihat darah atau mayat pun begitu datarnya sampai saya merasa bahwa Nicholas Cage yang tidak bicara dan selalu berwajah stoic pun memiliki emosi yang lebih natural dibanding Liv.  

Film ini sendiri memiliki premis yang cukup menarik, ditambah asal-usul mengenai Willy’s Wonderland yang cukup jelas sehingga kita sebagai penonton bisa mengerti apa yang terjadi di film ini, karna mungkin film ini memang dijadikan sebagai wahana penuh dengan kebrutalan dan pembantaian para animatronic dan menjadi sebuah tempat hiburan Nicholas Cage. Sehingga untuk penceritaannya tidaklah begitu rumit, ditambah lagi soundtrack yang catchy bahkan setelah saya selesai menonton film ini, music tersebut masih berputar-putar di otak saya. Namun sayang pengeksekusian dari film ini belum maksimal, ditambah beberapa unsur yang tidak begitu penting di film ini seperti kehadiran remaja-remaja tersebut, cukup fatal untuk menghadirkan remaja-remaja tersebut. Saya sendiri tidak begitu masalah dengan karakter yang hadir hanya untuk dijadikan body count, namun film ini terkesan memaksakan hal tersebut yang berujung menjadi bencana.

Overall, saya cukup menikmati film ini sebagai sebuah hiburan yang sangat menarik. Dengan berbagai aksi yang dihadirkan oleh Nicholas Cage yang super keren di film ini, membantai seluruh animatronic. Namun untuk dikatakan sebagai film yang bagus, mungkin masih sangatlah jauh, karena pengeksekusiannya terasa sangatlah nanggung. Pada akhirnya Willy’s Wonderland bisa menjadi sebuah wahana yang cukup menyenangkan, siapa yang tidak ingin melihat aksi gila Nicholas Cage? Mungkin bagi penggemar Five Nights at Freddy’s, jangan berharap pada tokoh utama yang tidak berdaya, karna disini Nicholas Cage menghabisi semuanya.

“He’s not trapped in here with them, they’re trapped in here with him.”

Rating


50%

Komentar