Review: Host (2020)

 


Enam orang kawan; Haley (Haley Bishop), Emma (Emma Louise Webb), Radina ( Radina Drandova), Jemma (Jemma Moore), Caroline (Caroline Ward), dan Teddy (Edward Linard) memutuskan untuk melakukan sebuah ritual pemanggilan arwah lewat zoom dibantu oleh seorang paranormal bernama Seylan (Seylan Baxter). Namun siapa sangka ritual yang awalnya diharapkan tidak berbahaya malah mengancam nyawa mereka saat salah satu dari mereka mempermainkan ritual tersebut. Nyawa mereka pun terancam oleh arwah jahat yang tak sengaja terpanggil oleh mereka.

Host bukanlah satu-satunya film yang mengusung video call sebagai media dalam menakut-nakuti, Unfriended dn sekuelnya Unfriended The Dark Web sebelumnya sudah dahulu mengguunakan media Skype sebagai sarana untuk menebar terror. Namun kali ini, Host menggunakan media yang sedang populer kali ini sebagai sarana terror, yaitu Zoom. Dikarenakan film Unfriended yang terlebih dahulu memberikan sebuah ide kreatif dan baru dalam film horror, kita sudah memiliki gambaran bagaimana film Host ini akan menakut-nakuti para penonton. Mungkin juga sebagian penonton yang sudah tau film Unfriended memiliki harapan tersendiri untuk film ini, sama halnya dengan saya.

Host dibuka dengan sekelompok pemuda-pemudi yang hendak melakukan ritual pemanggilan arwah, sebuah kisah yang cukup klise untuk ukuran film horror. Memang sudah cukup banyak film yang mengambil tema seperti ini, pemanggilan arwah yang berujung petaka dan sebagainya. Namun perbedaannya kali ini, Host melakukannya lewat Zoom. Bagi saya cukup unik sebenarnya, karna dengan jalan cerita yang cukup klise, Host menawarkan sesuatu yang baru, ritual pemanggilan arwah online. Tentunya konsep ini cukup membuat kita berandai-andai, bagaimanakah ritual tersebut akan dilakukan?

Host yang memiliki durasi 57 menit tentunya akan memakai pace yang cukup cepat demi menampilkan terror secara maksimal, saya sendiri tidak keberatan untuk film yang memakai pace cukup cepat karna terkadang ada terror yang menjadi maksimal saat memakai pace yang cepat. Host tentunya langsung dibuka dengan persiapan pemuda-pemudi tersebut untuk melakukan ritual tanpa basa-basi, kita langsung disuguhkan pada 6 sekawan yang hendak memanggil ruh namun salah satu darinya tidak bisa ikut. Namun tentunya kita ditunjukkan bahwa wanita-wanita tersebut tidak percaya soal apa yang dikatakan oleh cenayang tentang hal-hal supranatural, terlihat dari bagaimana mereka meremehkan dunia astral dan sebagainya, dari sinilah kita bisa melihat hal ini adalah menjadi sumber masalah dari semuanya. 

Penggunaan aplikasi zoom dalam film ini ditampakkan dengan maksimal soal filter, background video dan yang lainnya. Kita benar-benar seperti sedang menonton video pemanggilan arwah yang sungguhan, para pemain di sini pun benar-benar tampil secara natural, segala terror ketakutan yang mereka tampilkan pun meyakinkan. Ditambah lagi di awal terror kita hanya diberikan penampakan sedikit sehingga membuat bulu kuduk merinding dan ditambah ekspresi para pemainnya terror yang diberikan sangat maksimal. Meskipun saya sendiri kebingungan apakah pemainnya memakai laptop atau handphone saat memakai zoomnya, karna sebagian terlihat seperti memakai laptop namun ternyata memakai Handphone. Lalu saat terror di awal dan salah satu karakter tengah menyelidiki, cukup janggal saat menunjukkan layar handphonenya dan memakai kamera depan, mengapa tidak memakai kamera belakang?

Host merupakan salah satu film yang tidak begitu peduli perihal alur, tidak menggalinya lebih dalam. Lebih menjadi sebuah film yang pas dinikmati saat tengah mencari jumpscare dan terror yang seluruhnya hampir efektif. Karna bagi saya sendiri film ini memiliki jumpscare yang cukup efektif, dengan penampakan yang tidak begitu jelas dan hanya selewat saja bisa membuat kita terkejut. Beberapa jumpscare yang hadir dalam film ini pun tidak menggunakan suara yang memekakan telinga sehingga bisa dinikmati terror nya dengan tenang. Mata kita juga harus jeli untuk melihat penampakan-penampaka yang tersembunyi di belakang para pemainnya, dan hal tersebut menjadi sebuah nilai plus untuk film ini. Saya sendiri mengakui bahwa film ini benar-benar memiliki jumpscare yang hampir seluruhnya efektif tanpa dipaksakan, ditambah dengan pace film yang terbilang cepat, membuat kita tidak memiliki ruang untuk bernafas dari terror mengerikan yang disuguhkan.

Namun, Host memiliki sebuah kelemahan yang amat besar yaitu alur. Memang sebelumnya saya mengatakan bahwa Host ini tidak begitu peduli perihal alurnya, namun itu bukanlah suatu alasan untuk membuat film ini tidak memiliki fondasi yang kuat perihal alurnya. Saya sendiri tidak memiliki informasi yang kuat perihal karakter-karakter disini selain mereka hanya berteman dan ingin melakukan sebuah ritual lewat zoom yang kebetulan malah menjadi boomerang bagi mereka. Cukup sulit untuk benar-benar menaruh hati untuk para karakternya karna tidak informasi yang benar-benar memberitahu perihal latar belakang mereka sedikit pun. Saya sendiri tidak tau sebenarna siapa yang menjadi lead dalam film ini, karna jika Haley yang menjadi lead ia mendapatkan durasi teror yang paling sedikit diantara yang lainnya. Bahkan sebenarnya saya menganggap motivasi hantu yang datang dan meneror seluruh karakter disini sangat kosong, dia hanya hantu yang kebetulan terpanggil dan mungkin sedang tidak ada kerjaan dan akhirnya membantai semuanya. Akan lebih menarik lagi jika apa yang diceritakan Jemma benar adanya daripada hantu yang tidak sengaja terpanggil.

Saya sangat mengakui Host memiliki jumpscare yang kuat, namun saking kuatnya sampai beberapa kali saya tidak tau apa yang saya lihat. Jumpscare yang hadir dalam paruh akhir sangatlah berantakan, seperti dipaksa untuk benar-benar menampakkan wajahnya dengan teriakan yang cukup membuat telinga berdengung. Padaha, saya sangat mencintaai jumpscare yang hadir di awal-awal. Apalagi saat menjelang akhir terlihat sangat seperti terburu-buru ingin menyelesaikan filmnya karna kepepet durasi dan langsung memunculkan jumpscare berturut-turut yang menjadi annoying. Penampakan kaki pun sudah cukup membuat merinding dan sangat efektif, namun saat wajah-wajah hantu mulai bermunculan secara konstan di hadapan layar, saya langsung menghela nafas kecewa karna jumpscare yang begitu apik langsung runtuh digantikan dengan jumpscare yang terlalu memaksakan.

Seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, Alur Host merupakan hal terlemah yang membuat film ini gagal menjadi film yang seutuhnya seram. Ditambah lagi beberapa plot hole dan kejanggalan pada film ini, seperti korban-korban yang berjatuhan di film ini terlihat seakan-akan dipaksa mati tanpa sebab, mereka hanya korban yang tidak sengaja atau kebetulan satu rumah dengan pemain ritual dan mereka mati, that's nonsense. Apalagi hantunya tau alamat-alamat para karakternya sehingga menimbulkan sebuah tanda tanya, saya sendiri tidak tau apakah hantu bisa tau alamat orang-orang dengan cepat gitu, tapi akan lebih baik jika hantu tersebut sendiri punya latar belakang seperti film Unfriended dimana hantunya berteman dengan para karakternya dan dendam, sehingga ada suatu hal yang cukup masuk akal untuk membenarkan hal yang dilakukan hantu tersebut.

Overall Host mungkin akan lebih baik dibuat sebagai short movie  ketimbang full-length, karna fondasi alurnya yang sangat amat kosong membuat saya merasa seperti sedang melihat film yang penuh terror jelas. Jumpscare dan teror yang sudah apik pun terasa percuma karna alurnya sangat kosong, seperti kita menonton film yang penuh dengan teror tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi. Apalagi paruh akhir sangatlah berantakan dan terkesan terburu-buru mengejar durasi, jumpscare di akhir pun mengecewakan karna terkesan murahan juga. Akhirnya Host menjadi sebuah film dimana kita hanya menonton pemuda-pemudi dibunuh hantu yang tidak sengaja dipanggil dan kebetulan jahat plus gabut.

Rating

35%


Komentar