Review: The Mermaid: Lake of the Dead (2018)



Menceritakan tentang Marina (Viktoriya Agalakova) dengan sang kekasih Roma (Efim Petrunin) yang akan melaksanakan pernikahan. Mereka diberi rumah oleh sang ayah sebelum elaksanakan pernikahan. Namun, saat Roma dan kawan-kawan melaksanakan pesta lajang di rumah tersebut, alih-alih mendapatkan kesenangan, Roma bertemu dengan seorang gadis di pinggir danau dam menciumnya. Roma yang terjatuh pingsan di tepi danau, ditemukan oleh kawannya pada pagi harinya, sejak saat itu hidup Roma dibayang-bayang oleh sang gadis yang tak lain ingin mengambil jiwa Roma, membawanya ikut ke dalam danau.

Okay, sebenarnya saya tidak begitu memiliki ekspetasi tinggi terhadap film ini. Bukannya saya meremehkan film ini, namun saya tidak ingin merasa kecewa. Dan ini mungkin film horror Rusia kedua yang saya tonton, setelah film The Bride. And hey, we got the same actress.

Film ini dibuka dengan seorang anak kecil yang bercerita tentang dongeng putri duyung yang sama sekali tidak menyenangkan, kemudian dilanjut dengan adegan seorang pria yang tengah berdiri di pinggir danau yang tiba-tiba terjatuh ke dalam danau. Sang kekasih yang melihatnya langsung menolongnya, bergumam tentang menukarkan nyawanya untuk sang pria. Dengan ajaib sang pria muncul dari danau dan berenang ke tepian. Namun, sang wanita dotarik oleh makhluk tak kasat mata ke dalam danau.

Pada adegan pembuka film ini sebenaranya cukup bagus, menaruh rasa misteri pada awal film, membuat kita bertanya-tanya sebenarnya ada apa di danau tersebut, mengapa memakan korban? Film ini menaruh pernyataan bahwa ada sesuatu yang mengerikan pada danau itu. Pada akhirnya kita digiring kepada Marina dan Roma. Kita disuguhkan dengan perkenalan karakter Roma dan Marina yang merupakan sepasang kekasih yang hendak menikah.


Film ini sebenarnya cukup memiliki pace alur yang cukup cepat, tanpa basa-basi setelah kita diperkenalkan pada Roma dan Marina, kita langsung ditaruh pada terror yang mulai menghantui Roma dan tentunya kekasihnya pula. Sebenarnya saya tidak masalah dengan pace yang cukup cepat, namun film ini bukanlah cukup cepat, melainkan terlalu cepat. Entah mengapa saya sendiri tidak begitu 'mengenal' karakter Roma dan Marina, kita langsung disuguhkan pada terror yang mengancam, dan itu membuat saya tidak begitu peduli dengan mereka.

Karna pace nya yang sangat cepat, kita seperti digiring dengan tidak karuan, dipaksa untuk mengikuti terror demi terror yang menghantui tanpa tau ada apa sebebarnya. Hei jangan lupakan atmosfer seram yang sepertinya lupa dibangun, bahkan scene yang seharusnya seram, malah terasa biasa saja. Film ini terlalu mengandalkan jumpscare dengan suara-suara dan penampakan dekat kamera tanpa ingat bahwa membangun atmosfer seram mencekam pun sangatlah perlu. Entah mengapa scene yang seharusnya membangun rasa mencekam dan takut berakhir dengan cukup cepat. Scene di danau yang seharusnya bisa membangun terror utama, disuguhkan dengan cukup cepat, sehingga saya sendiri tidak merasa takut.

Mari kita bahas tentang musuh utamanya, sang putri duyung. Sang putri duyung di film ini sebenarnya sudah digambarkan semengerikan mungkin, dan memang cukup mengerikan. Namun, kembali lagi pada atmosfer seram dan jumpscare yang di agung-agungkan, sang musuh utama seperti tidak memliki 'kekuatan' untuk membuat takut. Bahkan sangat disayangkan sekali sang putri duyung seperti tidak digali lebih dalam lagi, dan menggunakan sosok putri duyung itu sebagai terror yang benar-benar utama. Film ini entah mengapa lebih terfokus pada danau dan rumahnya daripada putri duyungnya itu sendiri. Yang membingungkan lagi pada pertengahan kita disuguhkan berbagai ritual untuk Mengalahkan sang putri duyung, namun ritual yang kerap gagal membuat saya sendiri bingung dengan film ini. Entah dilakukan dengan sengaja atau tidak, kerap kali mengubah titik lemah untuk memusnahkan kutukan sang putri duyung dan mungkin bisa diharapkan untuk memberikan ketegangan, bukan ketegangan yang dirasakan, malah saya merasa jengkel dan kesal dengan 'kelucuan' para tokohnya.

Pada akhirnya, film ini seperti mencoba untuk memberikan kengerian tanpa membangun atmosfer seram, memaksakan suspense yang berujung pada lawakan sang tokoh yang kerap kali malah meninggalkan satu sama lain saat sedang dalam bahaya, mengganti-ganti cara mengalahlan sang putri duyung yang berujung pada saya tidak pedulu bagaimana putri duyungnya mati, dan cara mengalahkannya bahkan seperti terlalu dipaksakan

"cuy mending kita gini ajah kalahin sang putri duyungnya."

"kagak ada di storyline nya bro, gimana dong? Kita udah berapa kali nih bikin pusing penonton."

"yaudah bro, ga apa-apa taruh ajah, biar asik gituh."

"yaudah deh gua masukin."

Mungkin seperti itu kira-kira percakapan ketika sedang membuat naskahnya. Bahkan saya sendiri tidak negitu sadar kalau filmnya sudah selesai, saya sendiri tidak mengingat scene yang memorable dari film ini, selain para tokoh yang kerap kali meninggalkan kawannya yang tengah sekarat.

Rating
30%

Komentar