Review: My Soul To Take (2010)


"I am the condor. The Keeper of the Souls. I eat death for breakfast. I live in a house of blood and I accept that."



bercerita tentang sebuah kota kecil bernama Riverton. Riverton adalah sebuah kota kecil yang sederhana, tenang dan juga damai. Namun tidak pernah ada yang menyangka bahwa enam belas tahun yang lalu terjadi tragedy yang mengerikan di dalam kota kecil tersebut. Sebuah peristiwa yang kemudian mengubah kota tersebut untuk selamanya.



Oh Wes Craven... Begiu rindu nya saya kepada film-film mu yang akhirnya membuat saya mencari film di laptop saya dan akhirnya sangat senang ketika menemukan film mu ini. Entah saya pun lupa kapan saya mendownload film ini tapi saya sangat senang ketika benar-benar menemukan film ini. Sebelum saya menonton film ini, saya pun mencari-cari di IMDB dan ranting nya kecil dan banyak bad Reviw disana. Tapi, hal ini engga bikin saya pantang mundur untuk menonton film ini.


Di awal film kita di buka dengan adegan yang langsung to the point tsadeeesssttt. Dan saya disana langsung bertany-tanya ada apaan sih ko ga ngerti, dan akhirnya di jelaskanlah oleh salah satu tokoh wkwkwk. Film ini enggak jauh dari kata ke klise-an Slasher movie, dengan sekelompok remaja yang sau persatu di bunuh dan salah satu remaja sok berkuasa dan jadi tukang bully. Well … sangat pas, tapi saya paling senang dengan konsep semua remaja yang sibunuh memiliki hari ulang tahun yang sama dan mereka lahir ketika sang pembunuh berantai Abel Plenkov mati di kota. Dan mereka tinggal menunggu siapa yang menjadi reinkarnasi Abel.

Disini kostum sang pembunuh menurut aya cukup creepy dan entah mengapa suka ngagetin ketika munculnya. Jumpscaenya bekerja dengan baik dan saya kaget beberapa kali. Meski tone dari film ini tidak segelap film Scream, tapi film ini bisa memberikan keasyikan kejar-kejaran antara sang pembunuh dan yang mau di bunuh. Dengan mengusung tema dua jiwa dalam satu tubuh alias kepribadian ganda, film ini bisa dnegan baik menjelaskan konsep itu. Namun sayang, entah mengapa pengeksekusian film ini terlihat terlalu cepat dan bahkan saya kurang puas dengan penggambaran karakter di film ini dan latar belakang mereka.


Beberapa karakter hanya terlihat seperti penghias saja tanpa background character yang jelas. Sang pembunuh pun kurang di jelaskan background characternya mengapa kepribadian ganda itu muncul. Meski film ini tidak terlalu sadis tapi cukup menghibur dengan adegan tusuk menusuknya. Dan Entah kenapa tebakan saya mengenai sang pembunuh salah disini, dan twist endingnya menurut saya cukup bagus.

Overall, film ini cukup menghibur untuk yang menyukai slasher ringan seperti saya (saya mah suka slaher apa ajah wkwkwk ). Meski ini bagus, jika di bandingkan dengan film Wes Craven lainnya, mungkin film ini merupakan film terselemahnya.

The Ranting is

55%

Komentar