Review: Inang (2022) - Potensi yang Serba Dangkal dan Nanggung

Akhir-akhir ini cukup banyak film horor Indonesia yang tengah bermunculan di layar kaca. Saya akui, cukup kesulitan untuk memilih apa yang hendak ditonton, banyak sekali film horor Indonesia dengan hype nya tersendiri, dibicarakan oleh ragam masyarakat terutama para pecinta film, Inang adalah salah satu film yang cukup mendapatkan perhatian publik. Inang sendiri mendapatkan sorot yang cukup terang, tidak heran melihat Film Inang ini berhasil tayang di Bucheon International Fantastic Film Festival atau BIFAN. Hal ini sendri menimbulkan rasa penasaran muncul dalam diri saya untuk menonton film Inang ini.

 Sinopsis

Film Inang menceritakan mengenai Wulan (Naysila Mirdad), yang tengah mengandung seorang anak dari seorang lelaki tak bertanggung jawab. Di tengah ekonomi yang mulai mencekik dirinya, Wulan dengan yakin ingin membesarkan bayi yang tengah dikandungnya itu. Namun, hari demi hari, perekonomiannya semakin sulit, memaksa Wulan mencari alternatif lain demi bisa membesarkan buah hatinya, Wulan pun mencari orang tua pengganti. Beruntungnya tak butuh wkatu lama untuk Wulan menemukan orang tua pengganti, Keluarga Santoso dengan baik hati menerima Wulan dan anak yang tengah dikandungnya. Namun, setelah tinggal di kediaman keluarga Santoso, Wulan mulai merasakan kejanggalan yang ia yakini akan mengancam nyawanya dan bayi yang tengah ia kandung.

 Misteri yang Menyelimuti Sang Ibu dan Jabang Bayi

Tidak heran banyak yang menyangkut-pautkan film Inang ini dengan film Rosemary’s Baby karya Roman Polanski dikarenakan memiliki konsep yang mirip tapi tidak serupa, hanya sama-sama membawakan tema ibu hamil yang ternyata diganggu hal supranatural/sekte, tapi saya sendiri tidak mempedulikan hal tersebut dan memutuskan untuk menontonnya saja. Film Inang merupakan film horor Indonesia yang menurutku memiliki konsep yang cukup unik, mengacu pada genre Thriller tanpa melupakan horornya. Diselingi horor folklore yang mengacu pada kultus dan tradisi, menjadikan Inang memiliki poin plus tersendiri.

Dari segi sinematografi, Film horor garapan Fajar Nugros ini memiliki sinematografi yang cukup indah. Bahkan saya sendiri mengacungi jempol terhadap sinematografi yang disuguhkan ini. Dibalut dengan akting Naysila Mirdad yang meyakinkan pun, membuat film ini semakin bagus dan menariik. Seringkali kita mengenal Naysila Mirdad berakting menjadi seorang wanita yang tak berdaya dan kalah akan keadaan dalam hidup maupun sekitarnya. Di film ini sendiri Naysila Mirdad memerankan peran yang memang tidak jauh berbeda pada peran seorang wnaita yang berada dalam keadaan sulit dan membuatnya cukup tak berdaya, ekonomi sulit dan tengah bergelut menghidupi dirinya dan jabang bayinya. Namun, keunikan dari karakter Wulan ini, seiring berjalannya waktu, ia berkembang menjadi sosok yang berani untuk bergerak dan mempertahankan nyawanya tanpa bantuan orang lain.

Sebagai film horor-thriller, Inang sendiri mungkin sajian baru. Mengingat film ini tidak sepenuhnya berpaku pada horor, melainkan pada Wulan yang menyelidiki rasa curiga yang ia taruh terhadap keluarga Santoso. Hal ini sendiri membuat genre dalam film ini bercampur menjadi satu, menjadi satu paduan yang saling mengikat. Fajar Nugros dengan piawainya menyelipkan beberapa lelucon yang cukup membuat saya tertawa, entah dari tingkah karakternya atau situasinya. Sayangnya misteri yang menjadi sebuah senjata utama atau hidangan utama film ini terasa cukup dangkal dan bahkan terasa tak tersusun dengan rapih.

 Misteri yang Dangkal

Sedari awal kita sudah tau bahwa ada sesuatu yang salah dengan keluarga Santoso, Wulan pun menyadarinya meski telat. Misteri yang mengelilingi keluarg Santoso ini terbilang menarik namun dieksekusi dengan lemah. Sedari awal kita merasakan aura misteri dan aneh dari keluarga Santoso, gelagat keluarga Santoso pun tak kalah mencurigakan, namun misteri ini tak digali dengan baik. Bahkan saat Wulan menyadari bahwa ada yang salah dengan keluarga Santoso-pun kita tidak benar-benar mengetahui apa yang salah dari point of view milik Wulan. Kita hanya diberikan adegan atau narasi yang menyatakan bahwa Wulan merasa tidak aman dan nyaman dengan keluarga Santoso, hanya berpaku pada mimpi semata dan tidak pernah diperlihatkan interaksi antar Wulan dan keluarga Santoso yang menjadi titik awal ia benar-benar merasakan curiga, kecuali ritual yang dilakukan terhadap Wulan mungkin, namun ayolah, masa itu saja?

Ngomong-ngomong soal mimpi, sekuen-sekuen mimpi yang mungkin diperuntukkan memperlihatkan ‘kejahatan’ atau ancaman yang akan mendatangi Wulan terasa kurang tertata rapih. Entah mengapa, saya sendiri merasa bahwa agak janggal bagi Wulan tiba-tiba diberi mimpi seperti itu tanpa suatu hal yang men-trigger apa yang membuuat Wulan bisa memimpikan hantu-hantu tersebut. Terlebih lagi, mimpi tersebut cukup penting dan menjadi clue yang cukup besar bagi Wulan. Namun kembali lagi, interaksi yang kurang antara Wulan dengan keluarga Santoso, menjadikan sekuen mimpi ini seperti datang tak diundang karna memang terlalu cepat.

Misteri yang hadir pun lama kelamaan seperti naskah tebal yang menumpuk dan lupa dipilah atau dibereskan. Pada paruh awal, kita sendiri sudah paham mengenai apa misterinya dan berputar pada siapa saja. Namun, misteri yang masih mengambang di paruh awal ini tidak digali lebih dalam seiring durasi berjalan, menjadikan banyak sekali informasi yang menumpuk tanpa kita tahu seluk beluknya. Seperti apa yang dilakukan Keluarga Santoso dan Bergas (Dimas Anggara ) tidak pernah benar-benar diulik sejak awal, sehingga pada pertengahan menuju klimaks, seluruh misterinya kurang tertata rapih dan menjadi terkesan terburu-buru. Apalagi, saat Bergas tiba-tiba menyadari gelagat mencurigakan keluarganya out of nowhere dan Wulan pun manut saja setuju bahwa ia merasa tersiksa di kediaman Keluarga Santoso, tapi penyataan Wulan sendiri tidak terlalu bisa dipegang, mengingat kurangnya penggambaran bagaimana Wulan ‘tersiksa’. Kita hanya diberikan stau atau dua adegan penampakan yang menghampiri Wulan lewat mimpi, kemudian ritual yang dilakukan terhadap Wulan, itu saja. Mengingat Wulan sudah berbulan-bulan tinggal di kediaman keluarga Santoso, membuat narasi misteri yang dibangun ini semakin tidak kuat karna minimnya narasi visual yang menujukkan keterpurkan karakter utama kita.

Penggalian Narasi yang Kurang dan Serba Nanggung

Pada pertengahan menuju klimaks, karakter Wulan ini mulai perlahan tertutupi oleh sosok Bergas yang hadir serba tau dan selalu kebetulan menemukan petunjuk akan misteri yang ada pada keluarganya. Membuat karakter Wulan yang hadir dengan perkembangan yang cukup baik, dari yang lemah dan tak tau arah menjadi sosok yang mulai berani bergerak demi menyelamatkan dirinya. Berges hadir dan kita lupa akan sosok Wulan dan perkembangan karakternya yang memang tak banyak juga, namun hal ini pun membuat saya sendiri cukup menyayangkan pengembangan karakter yang terhenti ini. Wulan kembali menjadi sosok lemah dan tak berdaya. Bahkan pada klimaksnya pun bisa dibilang kurang menggigit, terasa amat hambar. Padahal saya sudah membayangkan adegan berdarah-darah yang akan hadir pada klimaksnya, mengingat situasi atau adegan pada klimaksnya pun sudah penuh ketegangan. Narasi yang hadir pada Inang pun nampak terasa nanggung semua dan kebingungan untuk mengembangkan titik potensi yang ada pada narasinya.

Tak hanya Wulan, Keluarga Santoso pun tidak mendapatkan pengembangan karakter yang baik. Sebagai main villain, seharusnya keluarga Santoso memiliki karakteristik yang lebih meyakinkan sebagai orang penjahat utama. Terlebih lagi pada beberapa adegan, kita disuguhkan dengan informasi mengenai apa saja yang bisa dilakukan keluarga Santoso itu, dan hal itu membuat keluarga Santoso menjadi karakter yang cukup patut diwaspadai. Seperti mereka berdua adalah pasangan suami istri yang jago manipulasi dan memiliki peran tersendiri dalam mendapatkan apa yang mereka mau. Tapi sayangnya hal tersebut hanya tergeletak dipermukaan saja, saya sendiri cukup terkejut saat melihat Sang ibu bisa melakukan ini itu, dan si bapak juga pandai ini itu, tapi tidak ada informasi lebih lanjut atau penggalian lebih dalam mengenai karakteristiknya, menjadikan informasi ini nampak sia-sia saja. Padahal karakter sang Ibu Bapak ini sangat mengingatkan saya pada keluarga di Get Out, hanya saja pada Inang ini mereka tidak memiliki pengembangan dan penulisan sebaik Get Out.

Ngomong-ngomong soal Jumpscare, Inang sendiri bisa dibilang minim jumpscare, tidak terlalu banyak. Saya sendiri cukup terkejut dengan Jumpscare yang disuguhkan film Inang ini. Saya sendiri memang cukup lemah jika dikagetkan, dan bagi saya Inang ini memiliki Jumpscare yang sangat amat berhasil mengagetkan saya. Bukan karna sangat bagus atau sempurna, tidak, karna jumpscarenya suka datang tanpa aba-aba. Engga ada hujan angin tiba-tiba jumpscare muncul, saya jadi sedikit kurang nyaman untuk menikmati sekuen demi sekuen jika tiba-tiba adegannya berpindah dari A ke B sangat cepat dan bahkan tiba-tiba langsunglah disuguhkan Jumpscare. Sangat disayangkan, padahal Inang memiliki potensi horor yang sangat amat besar, namun kurang dikembangkan keseluruhan aspek ceritanya, menjadikan Inang serba nanggung. Bahkan, Endingnya pun sudah bisa saya tebak dengan mudah, bukan berarti saya tidak menyukai endingnya. Mungkin bisa dibilang endingnya adalah salah satu yang sangat saya suka karna saya tertawa lepas saat melihatnya.

Kesimpulan

Secara keseluruhan film Inang memiliki potensi yang besar sebagai film horor yang cukup menyegarkan mata, bahkan konsep tradisi yang sihadirkanpun cukup unik. Pembawaan narasi film ini bisa dibilang cukup segar dengan Thriller dan misteri yang cukup kental. Namun, pengembangan naskah atau alur secara keseluruhan pada film Inang ini terasa serba nanggung dan tidak berkembang dengan baik. Menjadikan Film Inang lemah pada misterinya, padahal hal penting dalam membangun misteri adlaah pada narasi yang dibangun sejak awal, sayangnya Inang masih kurang dalam hal ini. Meski begitu, Fajar Nugros menyuguhkan suatu film horor yang cukup menyegarkan dari segi konsep.

 

Rating


35%

Komentar