Review: Spiral: From the Book of Saw (2021)

 

Sebuah kasus pembunuhan terjadi di rel kereta, teridentifikasi sang korban merupakan anggota kepolisian. Detektif Zeke Banks (Chris Rock) ditugaskan untuk menyelidiki kasus ini, ditemani oleh rekan barunya –Detektif William Schenk (Max Minghella). Selama penyelidikan berlangsung, Zeke pun mendapati bahwa dalang dibalik pembunuhan tersebut adalah Jigsaw, atau lebih tepatnya sosok yang mengikuti rekam jejak Jigsaw. Nyawa kepolisian pun terancam saat beberapa anggota dari kepolisian ditangkap oleh Jigsaw dan menjadi korban dalam permainannya. Akankah Zeke mampu untuk menangkap dan mengungkap sosok dibalik Jigsaw yang baru ini?

Saat film terbaru Saw diumumkan, saya sangat menantikan kehadirannya. Mengingat saya sendiri merupakan fans dari franchise Saw sendiri. Setelah sedikit dikecewakan oleh film Jigsaw yang hadir pada tahun 2017, saya sendiri sedikit mearuh harapan pada film Spiral ini, berrharap film ini tidak semata-mata menjadi sebuah film torture porn tanpa plot.

Darren Lynn Bousman kembali duduk di kursi sutradara setelah sebelumnya menggarap film Saw II, Saw III dan Saw IV. Mengingat Film Saw II adalah salah satu film Saw favorit saya –tentunya setelah film Saw (2004), melihat Bousman kembali duduk di kursi sutradara kali ini, memberikan saya sedikit harapan bagi film Spiral ini. Film Spiral ini sendiri tidak membutuhkan waktu lama untuk bertemu dengan jebakan maut milik Jigsaw itu sendiri, mungkin bagi para penggemar Franchise film Saw akan terbiasa dan maklum melihat pembukaan yang cukup mencengangkan dan sadis tersebut. Tentu saja, sebagai ciri khas film Saw, film ini masih dibuka dengan jebakan yang menurut saya sendiri cukup membuat ngilu, meskipun bisa dibilang tidak sesadis jebakan pembuka pendahulunya.

Kita akan mengikuti petualangan Detektif Zeke Banks dan rekannya –Detektif William Schenk untuk mengungkap sosok Jigsaw baru ini. Entah mengapa saya sendiri sedikit lega melihat Jigsaw baru dalam film ini, mengingat ia merupakan sosok yang berbeda dengan John Kramer ataupun murid-muridnya yang lain. Bahkan suara rekaman yang dipakai dalam film ini pun berbeda dari pendahulu Jigsaw lainnya, menekankan bahwa sang pelaku adalah orang-orang yang benar berbeda dan baru. Kehadiran sosok Jigsaw baru ini tentunya cukup mengejutkan dan membuat penasaran. Mengingat kita sudah terbiasa dengan suara Tobin Bell dan boneka khasnya yang menyeramkan, kali ini sang Jigsaw memiliki ciri khas yang berbeda dan segar.


Mengambil sosok Jigsaw baru yang nampaknya tidak terikat dengan John Kramer, membuat saya semakin penasaran dengan sosok Jigsaw yang baru ini. Karena jujur saja, saya sendiri cukup lelah melihat plot yang mana akan kembali terikat pada sosok John Kramer, dimana sang dalang di balik topeng Jigsaw tersebut ternyata murid John Kramer dan mengambil title Jigsaw, tentunya melakukan hal yang sama dengan John Kramer sebelumnya. Namun, sosok Jigsaw yang hadir disini memberikan nuansa baru dan mencekam, Karena kita tau bahwa dia bukanlah sosok yang secara langsung berkaitan dengan John Kramer, kecuali jebakan-jebakan yang hadir tentunya.

Jika dahulunya Film Saw berfokus pada para korban yang mana masyarakat biasa, ataupun berprofesi, dan bukanlah polisi. Kali ini, Film Spiral menjadikan Polisi sebagai korban dan sosok yang terancam nyawanya. Saya sendiri sebenarnya cukup terkesan dengan pengubahan haluan ini, terutama mengusung tema kepolisian yang korupsi dan melakukan hal yang melanggar norma, menjadikan mereka korban utama film Spiral ini. Spiral sendiri kali ini tidak berfokus pada jebakan-jebakan sadis semata, kita benar-benar akan mengikuti jejak Detektif Zeke mengupas kasus tersebut. Kita akan melihat bagaimana Detektif Zeke melewati rintangan demi rintangan dalam penyelidikannya, mengingat kebanyakan rekan kerjanya tidak mau koperatif dengan Detektif Zeke karena masa lalunya yang membuatnya dibenci oleh rekan-rekan kepolisiannya. Hal inilah yang membuatkan plot dari film Spiral ini semakin menegangkan.

Detektif Zeke yang nampak sendirian meskipun ia dikelilingi rekan-rekan kepolisian, menambah kesan terperagkapnya Detektif Zeke dalam lingkaran kehidupannya sendiri. Ia diterror oleh sosok Jigsaw yang mengancam nyawa rekannya, namun rekannya sendiri tidak ingin Zeke hadir dalam kehidupan mereka. Zeke sendiri nampak tidak berdaya saat satu persatu rekan kepolisiannya diculik oleh Jigsaw dan kembali menjadi korban selanjutnya, karena merekapun tidak ingin bekerja sama dengan Detektif Zeke. Rasa pengasingan yang hadir dalam sosok Zeke sendiri membuat plot dari film ini sendiri menegangkan, mengingat Zeke harus bekerja sendirian dan tidak bisa mempercayai rekan-rekannya yang lain saat menyelidiki Jigsaw ini. Beruntungnya, film ini memiliki pace yang cukup cepat dan tentunya tidak ada ruang bagi kita untuk beristirahat dari ketegangan yang hadir menggigit.

Bousman –sang sutradara, ditemani oleh Josh Stolberg dan Pete Goldfinger sebagai penulis naskah. Film ini ssendiri nampak lebih memokuskan alur pada investigasi kepolisian terhadp Jigsaw dibandingkan jebakan-jebakan maut Jigsaw. Mengingatkan saya sendiri kembali pada film Saw (2004), sang pendahulu yang mana sama-sama berfokus pada investigasi Jigsaw dibandingkan jebakan mautnya. Namun, Spiral ini sendiri tidak berhasil untuk menyamai keberhasilan alur dari Saw yang pertama, mengapa hal itu bisa terjadi? Saw (2004) seimbang dalam memberikan porsi untuk jebakan maut dan investigasi para kepolisian, meskipun memang lebih condong pada investigasi kepolisian dan misteri yang hadir tentunya dibarengi oleh tensi yang cemerlang.

Spiral kurang bisa memberikan porsi yang pas antara investigasi dan jebakan maut yang hadir, seluruhnya kurang. Entah mengapa, film ini yang seharusnya berfokus pada investigasi Detektif Zeke dan memang sepertinya sudah diniatkan seperti itu, malah gagal untuk menunjukkan bagaimana Detektif Zeke mengungkap kasus Jigsaw baru ini dan apa kaitan antar para korbannya. Terlebih lagi, korban-korban yang hadir kali ini adalah orang terdekat Detektif Zeke, seharusnya Detektif Zeke sendiri lebih gigih untuk menangkap dan mengugkap sang dalang dibalik terror mengerikan ini. Namun yang hadir adalah tragedi demi tragedi yang sudah terjadi dan lagi-lagi tidak ada investagasi ala-ala detektif. Zeke selalu ketinggalan, membuat kita tidak merasakan bagaimana Zeke mencoba untuk mengungkap Jigsaw, mengingat Jigsaw sendiri sudah memberikan clue demi clue yang ada, dan kita sendiri hanya disuguhi bagaimana Detektif tau nomor polisi korban yang diberikan oleh Jigsaw. Film ini sendiri nampak seperti tidak tau apa yang harus ditunjukkan dalam investigasi yang dilakukan oleh kepolisian, sehingga hanya menampilkan kasus demi kasus yang ada.

Chris Rock sendiri sebenarnya sudah memberikan performa semaksimal mungkin dalam film ini, namun entah mengapa saya sendiri kurang bisa menganggap serius terhadap karakter Detektif Zeke yang ia perankan. Entah mengapa saya sendiri tidak mendapatkan ikatan emosi yang diberikan Detektif Zeke, terlebih lagi Detektif Zeke sudah kehilangan beberapa rekan kerjanya, namun ia tetap hadir seperti tidak memiliki emosi apapun meski ia ditujukkan merasa sedih atas kehilangan sahabatnya, namun Chris Rock kurang bisa menyampaikan emosi yang dirasakan oleh Detektif Zeke itu sendiri. Tak hanya Chris Rock, entah mengapa hampir seluruh dialog yang dilontarkan oleh karakter-karakter dalam film ini tidak ada emosi selain marah. Bisa dibilang hampir seluruh percakapan yang dilontarkan dalam film ini sendiri penuh amarah, dan seperti mereka berteriak satu sama lain apapun situasinya. William sendirilah sosok yang paling tenang sepanjang film, bahkan saya sendiri sangat menyukai performa dari Max Minghella sebagai William, ia mampu memberikan emosi yang tepat dalam beberapa situasi, terleih lagi dia adalah detektif baru dan langsung diterjunkan pada kasus mengerikan nan sadis ulah Jigsaw.

Tentunya kita menantikan jebakan-jebakan sadis ala Jigsaw dalam film ini. Entah mengapa dibandingkan Jebakan-jebakan pendahulunya, film ini memiliki jebakan yang memang tidak diberikan celah untuk sang korban dapat meloloskan diri. Mungkin kalian yang memang sangat menyukai film Saw dan mengikuti Franchisenya, akan paham mengenai filosofi yang dipegang oleh John Kramer itu sendiri sampai menyuguhkan banyak sekali jebakan-jebakan unik. Namun mengingat Jigsaw dalam film ini sama sekali tidak memiliki kaitan pada John Kramer, mungkin saya akan memakluminya. Namun, Jebakan-jebakan maut yang hadir pun tidak se-wah pendahulunya, malah terasa hampa karena kurangnya pendalaman motif. Alur yang memiliki pace yang cukup cepat membuat kita tidak memahami lebih dalam atas apa yang terjadi dan mengapa hal tersebut bisa terjadi pada film ini. Bahkan saya sendiri bisa menebak siapa dibalik sosok Jigsaw saat di pertengahan film, karena kurangnya pendalaman pada alur.

Editing yang hadir dalam film ini sendiri pun sedikit menganggu, Flashback yang hadir terkesan aneh dan memaksa, seperti tidak tau bagaimana untuk menceritakan apa yang terjadi dibalik konflik yang ada. Scoring Film ini sendiri tampak cukup menganggu, suara untuk jumpscarenya sendiri seperti terlalu besar dan memekakkan telinga, music yang diputar dalam beberapa scene seperti out of the box, entah datang dari mana pokoknya kurang pas dan malah menambah kesan aneh.

Overall, Spiral hadir dengan Jigsaw baru dan mencoba menyuguhkan sesuatu yang baru namun tetap gagal dalam menyajikannya. Alurnya terkesan terlalu cepat dan dangkal, meninggalkan potensi demi potensi yang hadir. Sosok kepolisian yang menjadi sorotan utama dalam film ini tidak memberikan scene investigasi yang cukup, meninggalkan kita melihat deretan kesadisan tanpa investigasi yang dalam. Pada akhirnya Spiral: From the Book of Saw gagal untuk menyuguhkan hal baru, meskipun kita disuguhkan oleh sosok Jigsaw baru yang penuh misteri. Karena kedagkalan alur, kita sudah bisa menebak alur dan sosok Jigsaw ini. Oh iya, jangan lupa Samuel L. Jackson pun hadir, namun tentu saja tidak ada ikatan yang kuat antara karakterna dan karakter milik Chris Rock, meskipun mereka Ayah dan Anak, menunjukkan gagalnya film ini untuk memberikan alur yang lebih dalam.

Rating


40%

 

Komentar