Review: Color Out of Space (2020)



Mengangkat tema Cosmic horror tidak lah mudah, karna kita dihadapkan pada situasi yang diluar nalar dan kemampuan manusia. Beberapa Cosmic horror berhasil dalam menakut-nakuti sang penonton, contoh saja Alien. Namun tak semua orang paham pada comic horror yang mengusung cerita dimana ancamannya bukanlah makhluk yang bisa kita lihat secara kasat mata. Contoh saja film ini. Color out of Space mepakan film yang diadaptasi dari penulis favorit saya, H.P. Lovecraft. Lovecraft sendiri mampu menakuti para pembaca dengan terror nya yang terasa ‘alien’ bagi para pembaca, dan ketika saya mendapat berita bahwa salah satu cepern miliknya di adaptasi menjadi sebuah film, saya sendiri langsung antusias tunggu. Namun saat saya mengetahui bahwa cerpen Color Out of Space lah yang diadaptasi, saya merasa sedikit ragu tapi tetap antusias, karna cerpen tersebut tidak begitu mudah diadaptasi.

Sebuah keluarga yang beranggotakan, Nathan Gardner (Nicholas Cage) sang Ayah, Theresa (Joely Richardson) sang ibu, dan ketiga anaknya Lavinia (Madeleine Arthur ), Benny (Brendan Meyer ), dan Jack (Julian Hilliard ). Mereka tinggal di rumah yang terpencil yang jauh dari kediaman warga. Kehidupan sederhana mereka tiba-tiba berubah setelah sebuah meteor jatuh dipekarangan rumah mereka. Meteor yang mengeluarkan warna yang sama sekali tak pernah mereka lihat. Setelah itu seluruh tumbuhan dan hewan ternak mereka perlahan berubah menjadi mengerikan. Pikiran serta kehidupan mereka pun berubah menjadi mengerikan.

Seperti yang saya katakana sebelumnya, mengadaptasi cerpen  Color Out of Space tidaklah mudah, namun akan menjadi sebuah film yang unik jika berhasil mengadaptasinya. Saat saya melihat trailernya  sebenernya sangat tertarik pada film ini, saya sendiri penasaran akan dibawa kemana film ini. Dan saya sendiri merasa hampir semua ekspetasi saya sudah terpenuhi oleh film ini. Meski tak ssemuanya, film ini mampu memberikan apa yang saya mau. Warna magenta yang mendominasi di film ini menjad sebuah terror yang terlihat tidak ganas, namun saat menit mulai berlanjut siapa sangka warna tersebut menandakan sebuah petaka yang sangat mengancam nyawa. Beberapa orang mengkritisi perihal pilihan warna, Saya sendiri tidak mempunyai masalah atas pilihan warna yang dijadikan sebagai ‘warna yang tak pernah dilihat oleh mata manusia’, karna jika kit abaca mengenai wwarna magenta, mungkin kalian sendiri akan mendapatkan jawaban mengapa warna magenta dipilih menjadi warna ‘alien’ tersebut.


Film ini benar-benar tanpa henti dan istirahat menggiring kita untuk bertemu pada petaka yang mengancam nyawa keluarga tersebut. Tak butuh waktu yang cukup lama untuk sampai dititik dimana sang ancaman utama datang dan kegilaan mulai terjadi. Mungkin bagi beberapa orang pace film ini akan terlalu cepat, karna memang saya sendiri mengakui bahwa pace film ini cukup cepat. Dan agak mengganggu ketika kita dilempari beberapa informasi dan arguen mengenai apa yang terjadi, namun kita sendiri tidak ajak menginvestigasi hal tersebut, sehingga terkesan kita diberi sebuah informasi yang kosong tanpa ada gambaran, meski kita sedikit paham namun tidak begitu mendalami hal tersebut.

Namun visual di film ini memukau mata saya sehingga saya sedikit melupakan hal-hal yang saya katakana di atas. Bunga-bunga tumbuh secara aneh dan warna magenta yang mendominasi menjadi sebuah ancaman yang indah. Bisa dibilang cukup banyak body horror dalam film ini, dan hal tersebut menambah sensasi kengerian yang diberikan oleh film ini, bahkan ketika seluruh keluarganya mulai menjadi gila dan melakukan hal-hal yang cukup ‘gila’ film ini seperti memberikan kengerian yang benar-benar membuat kita bingung, karna kita tidak tau sebenarnya ada apa di balik meteor yang jatuh tersebut dan ada apa dengan warna yang mulai mendominasi pekarangan rumahnya. Semua ketidaktahuan kita menjadi sebuah kunci dalam terror film ini, minim pengetahuan akan hal yang sedang terjadi, membuat kita merasa tidak nyaman dan aman saat sedang dibawa masuk dalam film ini.    

Nicholas Cage sendiri mampu memberikan sebuah hiburan dengan aktingnya. Entah mengapa saya puas dengan aktingnya di film ini. Karakternya menggambarkan seluruh kegilaan yang diakibatkan oleh meteor tersebut, ia menjadi sesosok yang memberikan rasa tidak aman dan nyaman pula. Bagaimana sikapnya yang berubah drastis saat ia memperlakukan anak-anaknya pun menjadi gambaran yang paling dominan untuk memperlihatkan betapa berbahayanya ancaman yang sedang mereka hadapi. Ketika karakternya merasa bahwa tidak ada sesuatu aneh yang terjadi, namun kenyataannya sebaliknya. Hal tersebut menunjukkan bahwa mungkin ia mencoba tidak percaya bahwa ada hal yang mengancam keselamatan mereka atau memang meteor tersebut sudah mulai menggerogoti otaknya dan bermain dengan pikirannya.

Namun saya sendiri merasa sedikit bosan saat melihat film ini, saya merasa bahwa kengerian yang ditawarkan film ini tidak memuncak dan tetap diam. Meski kita diperlihatkan bagaimana ‘warna’ tersebut bisa bermain dengan pikiran manusia atau hal lainnya, namun entah mengapa seluruh terror yang sadis tersebut terasa agak terburu-buru, karna tidak dibangun dan hanya diperlihatkan secara sekelibat saja saat meteor dan warnanya tersebut mulai memasuki pikiran para karakter dan mencemari airnya. Meski begitu, saya puas dengan sinematografi indah nan mengancam yang ditawarkan pada film ini, dan jangan lupa dengan body horror yang lumayan disturbing. Saya sendiri sebagai fans Lovecraft puas dengan film ini, dan sangat senang saat dimunculkannya Yog-Sothoth. Endingnya sendiri bagi saya cukup bikin merinding dan ngeri. Well… aku puas dengan film ini.

 The Rating is

65%

Komentar