Review: Haunt (2019)




Mungkin film ini tidak jauh-jauh dari Teenage slasher movie, dimana para remaja diburu oleh para pembunuh berdarah dingin yang tanpa ampun. Film garapan Scott Beck dan Bryan Woods, yang mana mereka telah menoreh sebuah acungan jempol saat mereka menulis untuk film A Quiet Place (2018) yang mana sangat sukses sebagai film horror yang seram pada tahun itu. Mereka juga menggandeng Eli Roth, yang sudah mempunyai nama baik dalam dunia film horror, sebagai produser mereka. Saya sendiri yang awalnya tidak begitu yakin terhadap film ini, karna saya berfikir film ini tidak akan jauh berbeda dengan film horror slasher terdahulu. Namun dengan nama ketiga orang tersebut sebagai ‘dalang’ dibalik film ini, saya menaruh ekspetasi yang tak begitu rendah dan menaruh sebuah harapan pada film ini.

Film ini sendiri mengambil latar waktu malam Halloween, memperkenalkan sang tokoh utama bernama Harper (Katie Stevens) yang merupakan seorang gadis yang dihantui oleh pacarnya yang abusive, dia sendiri bimbang antara memutuskan kekasihnya itu atau tidak. Namun kawannya, Bailey (Lauryn Alisa McClain), menghiburnya dengan cara mengajak Harper ikut pergi ke pesta di malam Halloween itu. Namun siapa sangka rencana mereka untuk menghabiskan waktu malam Halloween dengan cara bersenang-senang ke wahana rumah hantu yang terpencil malah berakhir menjadi malapetaka?

Jalan cerita dari film ini bisa dibilang sederhana, sekelompok remaja yang terjebak tak bisa kemana-mana dan dihadapkan oleh sekelompok psikopat. Namun, mungkin kalian bertanya-tanya “Apa sih yang berbeda dengan film yang lain?” Sebenarnya saya sendiri tidak menemukan sebuah perbedaan besar dari film ini dengan film slasher lainnya. Jalan ceritanya pun memang tak jauh beda. Namun, mungkin bagi saya film ini menjadi sebuah hiburan yang cukup menyenangkan, karna film ini seperti menggabungkan film SAW dan Halloween menjadi satu. Dengan sekelompok remaja yang terjebak di dalam wahana rumah hantu, dan nyawa mereka ada di ujung tanduk. Menggabungkan beberapa ‘permainan’ yang mematikan pula di dalam rumah hantunya yang mungkin jika salah langkah akan membuat nyawa mereka melayang. Cukup menarik bagi saya sendiri, mungkin menjadi siraman yang cukup menyegarkan mata, setelah dahulu dikecewakan oleh Escape Room (2019) yang hampir sama dengan film ini, namun bedanya film ini lebih berani gila dibandingkan Escape Room yang tak berani menyuguhkan kesadisan dan kegilaan.

Tidak ada yang lebih gila dibandigkan orang-orang yang memebuat wahana rumah hantu demi melihat para remaja mati dengan sadis, dan film ini memang benar-benar menaruh hal itu sebagai motivasi para pembunuh yang memakai topeng badut, setan dan sebagainya. Awalnya saya sendiri mengira bahwa Wahana rumah hantu ini memang normal, karna di luar sana memang sangat lumrah untuk menemukan wahana rumah hantu yang cukup ekstrim sampai benar-benar menyuguhkan kegilaan yang realistis, didukung oleh beberapa actor yang meyakinkan kegilaan rumah hantu itu. Dan memang awalnya saya berfikir ini memanglah rumah hantu yang ektrim, namun seiring durasi berjalan, saya menarik asumsi saya dan mulai semakin yakin bahwa rumah hantu disini benar-benar gila. Mungkin banyak yang berpikir apa yang spesial dari para pembunuhnya yang memakai topeng itu? Hooo… mungkin pepatah ‘jangan lihat buku dari covernya’ akan menjadi kata yang tepat, karna topeng mengerikan di wajah mereka itu hanya menutupi kengerian wajah mereka, dan sampai sekarang saya masih terbayag oleh wajahnya.


Para karakter di film ini tidak bodoh layaknya karakter di film slasher kebanyakan. Saya bisa mengatakan mereka tidaklah bodoh karna mereka cukup sadar atas sesuatu yang tidak beres. Contohnya salah satu karakter menyadari bahwa ada ruangan kaca dimana kacanya dua sisi, yang mana bisa dilihat dari sisi lainnya. Bahkan mereka juga sadar untuk mengambil sebuah senjata yang digunakan untuk melawan, meski pada akhirnya dibuang juga, tapi setidaknya mereka sadar bahwa mereka dalam bahaya. Bahkan pertanyaan yang mereka utarakan pada sang ‘aktor’ (yang sebenarnya pembunuh), dan mereka menaruh curiga pada wahana rumah hantu ini. Sang karakter utama, the final girl, Harper tidaklah bodoh. Memang awalnya dia terlihat lemah dan tak berdaya dengan traumanya yang kerap menghantui dia, ia mampu menjadi karakter yang sangat disukai dan sangat kuat menjelang jalannya cerita. Ia mampu berkembang dan menjadi sosok final girl yang tak segan untuk menghabisi nyawa sang pembunuh, bahkan dia juga pandai dalam menyelesaikan semua teka-teki di rumah hantunya, meski ia terluka beberapa kali juga ia mampu kembali melawan. Bagi saya sendiri, karakter lain selain Harper tidaklah begitu ‘bernyawa’ karna seperti hanya dijadikan pajangan dan pendamping Harper dalam upayanya untu keluar dari rumah hantu itu. Namun, meski mereka tidak mendapat porsi yang menjadikan mereka ‘bernyawa’ dan hanya dijadikan karakter sampingan saja, setidaknya mereka tidaklah annoying, mereka masih bisa berpikir dan tidak begitu ‘mati’ dan menjadi body count yang sia-sia saja.

Scoring film ini tidaklah memekakan telinga, karna mampu mengiringi ketegangan yang disuguhkan dalam film ini. Tidak ada jumpscare yang dipaksakan juga, pembangunan atmosfer pun cukup baik di film ini. Mengingat ini adalah film Slasher, film ini benar-benar mampu untuk meyakinkan kita bahwa semua karakter ini tidak bisa kemana-mana dan terperangkap dalam rumah hantu itu, menunggu nywa mereka diambil satu persatu. Saya sendiri cukup puas dengan set wahana hantu yang lumayan sederhana namun cukup memuaskan mata saya. Dibandingkan dengan Escape Room, yang memanjakan mata kita dengan berbagai ruangan yang wah namun terasa jatuh. Film ini mampu membuat set yang sederhana menjadi wah disepanjang durasi. Dengan adegan bunuh-bunuhan yang terbilang sadis dan memuaskan, film ini mampu menjadikan setting yang sederhana itu mengerikan. Tidak butuh set yang megah untuk menampilkan kesadisan, dan tidak terlalu berlebihan pula.

Meski film ini tidaklah buruk, namun saya kaui ada beberapa kelemahan yang ada dalam film ini. Terlihat dari beberapa plot hole, dan beberapa pilihan ngaco yang dilakukan oleh beberapa karakter (tapi banyaknya pilihan waras kok, tenang saja). Menjelang pertengahan akhir, film ini terasa ingin cepat-cepat selesai dan mengeksekusi semua badut-badut mengerikan itu. Bahkan ada salah satu karakter yang mungkin dilupakan ke eksistensiannya, dan saya sendiri berpikir “Ngapain sih dia kesana? Toh ujung-ujungnya bakalan mati, mana yang lain kagak notice mayatnya lagi.” namun, film ini sangat menghibur saya jika tidak begitu mempermasalahkan alurnya dan segala plot hole atau hal-hal yang membingungkan. Film ini mampu menjadi wahana yang sangat mengasyikan, dan bagi saya film ini sebagai obat untuk menyembuhkan kekecewaan saya pada film Escape Room. Dengan alur yang cukup sederhana, film ini mampu menaruh dan menceritakan alurnya tanpa bertele-tele, benar-benar menggambarkan bahwa ‘monster adalah nyata’. Dan film ini ditutup dengan scene yang sangat apik dan membuat saya tepuk tangan, bangga dengan penutup yang sangat memuaskan itu.

Rating
65%

Komentar