Review: The Witch In the Window (2018)





Simon (Alex Draper) yang merupakan seorang ayah, memutuskan unduk membawa sang anak, Finn (Charlie Tacker) untuk mengunjungi rumah di Vermont. Rumah tersebut hendak mereka perbaiki, namun siapa sangka, arwah pemilik sebelumnya, Lydia (Carol Stanzione) mulai mengusik mereka. Simon yang berniat untuk memperbaiki rumah tersebut, dibantu oleh sang anak, malah membuat Arwah Lydia semakin kuat dan kerap sering mengusiknya. Semakin Simon memperbaiki rumah tersebut, Lydia semakin kuat.

Sebenarnya, saya sendiri tidak sengaja menemukan film ini dan akhirnya karna saya penasaran tidak pernah mendengar judulnya sama sekali, maka saya memutuskan untuk menontonnya. Saya sendiri bukan fans berat dari genre Drama, Horror. Tapi mungkin rasa penasaran saya benar-benar menarik saya untuk menontonnya.

Film ini menarik kita untuk mengikuti cerita seorang ayah dan sang anak yang hendak berlibur dengan memperbaiki rumah yang sang ayah beli. Dengan tone yang gelap namun menenangkan, film ini benar-benar dengan sabar menuntun kita untuk melihat-lihat sejenak bagaimana rumahnya, dan apa yang mereka lakukan di sana. Drama antara sang ayah dan anak yang sedang mengeratkan hubungan mereka pun di tunjukkan dengan baik. Sang anak yang kerap ingin dekat dengan sang ayah tanpa memberitahu sang ayahpun Terlihat cukup menyentuh. Namun dibalik drama yang kuat, kita akan sesekal dialihkan pada misteri kelam rumah tersebut.

Kesan horror yang dibungkus dengan rapih menggunakan drama pun cukup baik. Kita tidak akan begitu sering mendapati penampakan yang selalu muncul tiap detik sampai bosan. Namun dengan atmosfer kelam yang sudah ditanam sejak awal film, kita bisa merasakan kengerian itu sejak rumah itu disorot oleh kamera. Film ini dengan cukup tertata dan sabar mengupas misteri rumah tersebut dan penyihir yang dulu menempati rumahnya. Bahkan mungkin film ini lebih terfokus pada atmosfer mencekam dari rumahnya, penyihir itu hanyalah bumbu semata.

Kita tidak akan digiring langsung untuk mengetahui misteri sesungguhnya di balik rumah penyihirnitu. Namun, dengan perantara hubungan ayah dan anak, kita perlahan diperlihatkan bagaimana rumah itu mencekam. Hubungan sang ayah dan anak dalam film ini sangatlah intens, dengan mereka yang seperti baru bercengkrama , berkenalan satu sama lain lebih dalam, bahkan bersama-sama bertahan dari teror rumah itu. Hubungan mereka menjadi sebuah senjata utama dalam film ini, yang akan menjadi sebuah aspek penggiring terror sesungguhnya.

Mungkin bagi sebagian orang film ini akan terasa membosankan dan tidak mengerikan, karena di babak awal, kita hanya disuguhkan hubungan antara ayah dan anak tersebut. Namun, tentu saja dengan sentuhan bumbu misteri, dan sedikit sentilan pada rumah misteri itu. Kemudian, setelah hubungan sang ayah dan anak menjadi semakin erat, kita langsung di dorong menuju kengerian rumah tersebut. Hal itu menjadi ide yang bagus untuk mengenalkan kita pada tokoh utama, sehingga kita bisa lebih merasakan kengerian yang mereka alami.

Pengambilan gambar dalam film ini cukup bagus, meski saya cukup bisa menebak jumpscare yang akan datang. Tidak bisa dipungkiri, pengambilan gambarnya bisa menambah kesan tegang sebelum jumpscare nya datang. Tidak hanya jumpscare yang menjadi senjata utama, bahkan kita disuguhkan sesuatu yang mengerikan dan tak terduga pada satu scene, dan tanpa suara kencang, hanya kesunyian, scene itu menjadi sangat ampuh untuk benar-benar membuat merinding dan ngeri. Terbukti, atmosfer sangat berpengaruh pada kengerian film.

Pada akhirnya, film ini tidak sepenuh nya menceritakan misteri penyihir dalam rumah. Namun film ini memberikan clue bahwa sang penyihir bukanlah satu-satunya yang membuat tokoh utama ketakutan dan mempertanyakan kewarasannya. Bahkan pada akhirnya film ini ditutup dengan begitu menyedihkannya, dan merupakan penutup yang pas setelah sang tokoh utama mengalami semua kejadian tersebut secara bertubi-tubi. 

Rating
65%


Komentar