Review: The Wind (2019)




Lizzy Macklin ( Caitlin Gerard) berusaha untuk bertahan hidup sendirian melawan 'makhluk' yang kerap kali menganggunya. Setelah kepergian sang suami Isaac (Ashley Zukerman) yang mengantar tetangganya, Gideon (Dylan McTee) yang pergi ke kota setelah kematian sang istri, Emma (Julia Goldani Telles) akibat bunuh diri. Lizzy yang masih terngiang-ngiang atas insiden mengerikan itu, berjuang sendirian untuk bertahan hidup dari gangguan makhluk yang mengancam nyawanya. Hanya dia dan senapan nya.

Saya sendiri tidak sengaja menemukan film ini di laptop saya, mungkin saya lupa kalau film ini sudah di download. Dan akhirnya saya pun segera menontonnya tanpa babibu lagi. Sebelum menonton film ini, saya sempat mencari tau tentang film ini sedikit, dari trailer atau yang lain. Di trailernya sendiri sudah menjanjikan, dan saya sangat yakin bahwa film ini akan lebih bermain pada psikologi. Dugaan saya pun benar.

Film ini dibuka dengan keheningan dan penampakan yang mungkin tidak usah bicara pun kita sudah lumayan mengerti situasi yang terjadi pada pembuka film ini. Pembukanya pun cukup bagus untuk film ini, karna memberikan secuil kisah yang cukup penting untuk keseluruhan film, namun tidak merusak suasana ke depannya. Film ini pun sepertinya beralur tidak cepat dan tergolong lambat, alurnya yang maju mundur pun membuat saya sendiri penasaran dengan apa yang sebenarnya ingin disajikan oleh film ini.

Pada akhirnya, saya sendiri mulai paham akan teror yang disuguhkan pada film  ini. Teror dimana kita tidak tau siapa yang menerornya, cukup mengingatkan saya pada film The Babadook, dimana benar-benar terfokus pada psikologi sang tokoh utama. Film ini pun tidak jauh beda, kita disuguhkan apa yang si tokoh utama rasakan dan lihat, bahkan saya sendiri kebingungan untuk memastikan mana yang benar dan mana yang hanya imajinasi. Permainan psikologi di film ini cukup baik dan mampu membuat saya ikutan stress ngeliatnya. Paduan antara alur maju dan mundur pun membuat kita seperti disuguhkan remahan roti sebelum diberikan roti sebenarnya, dan bahkan mungkin kita disuruh menebak roti apa yang akan diberikan pada kita. Mungkin itu perumpamaan yang saya rasakan.

Film ini pun cukup berpegang pada atmosfernya yang sangat kelam. Atmosfernya pun menjadi salah satu senjata utama bagi film ini, untuk benar-benar mempermainkan pikiran kita. Hanya dala suni saja dan sang tokoh utama yang mulai parno, kita akan ikutan mencari-cari apa yang bikin dia parno. Bahkan dengan sang tokoh utama menemukan barang-barang yang membahas tentang iblis-iblis, dia sendiri tidak tau siapa yang benar-benar mengancam nyawanya, apakah iblis, angin, pikirannya. Kita dibuat benar-benar ikutan kebingungan untuk memastikan, apa sih yang jahat? Apa sih di luar sana? Film ini sangat senang mempermainkan pikiran snag penonton. Mungkin bagi pecinta film psikologi, ini akan menjadi santapan yang sangat enak.


Caitlin Gerard, mampu memerankan karakter yang sedang bertarung dengan pikirannya sendiri dengan apik. Kita akan merasakan apa yang menjadi musuh utama dan apa yang membuat sang karakter itu ketakutan. Bahkan, ketika Caitlin bermain sendiri, dia mampu menyalurkan teror yang tak terlihat itu, mampu menyalurkan pikirannya dan emosinya pada penonton. Ketegangan film ini pun bertambah berkat akting dari Caitlin Gerard. Dia sangat mampu menjadi senjata utama untuk menceritakan apa yang mengancam nyawa sang tokoh utama.

Mungkin, bagi sebagian orang yang mencari jumpscare bejibun. Film ini bukanlah saran untuk kalian. Film ini hanya menyuguhkan tension dan atmosfer yang menegangkan dan bikin depresi. Kita tidak akan disuguhkan monster-monster yang terus menerus datang. Memang ada beberapa jumpscare, dan bagi saya tidak berlebihan dan efektif di film ini. Bagaimana kita digiring untuk percaya bahwa sang tokoh utama benar-benar sendirian, padahal kenyataannya tidak. Untuk gore di film ini, bisa dibilang porsinya minim dan efektif pula, kita tidak diganggu dengan adegan berdarah-darah, dan film ini mampu selalu fokus pada teror jenis apa yang ingin disuguhkan.

Tapi entah mengapa, alur maju mundur pada film ini terkadang membuat bingung. Kita seperti benar-benar ditarik ulur, karena terkadang pace-nya akan sangat lambat dan tiba-tiba cepat. Bahan, saya snediri cukup kebingungan untuk mengimbangi pace film ini, dan butuh waktu bagi saya untuk benar-benar mencerna apa yang terjadi. Alurnya yang kadang sangat lambat, membuat saya cukup bosan. Film ini pun seperti ingin menceritakan 'sang musuh' lebih dalam, namun pada akhirnya tetap berakhir di permukaan dan begitu saja.

Overall, film ini merupakan film horror psikologi yang mengutamakan elemen psikologi dan atmosfernya. Atmosfernya yang kelam dan depressing mampu memperkuat unsur horror disini. Dibantu dengan akting yang bagus, film ini sangat apik mempermainkan pikiran kita. Alur maju mundurnya membuat pikiran kita semakin terombang ambing, namun pace nya yang kadang kurang stabil membuat kita benar-benar kehilangan pegangan pada film ini. Film ini pun bukan untuk para pecinta jumpscare, karena cukup minim jumpscare.

Rating
68%

Komentar